Page 79 - Dr. Abdul Rasyid Ridho, M.A
P. 79
bagaimana dengan al-Manhidu, S{arimu>n, dan
seterusnya, ia menjawab; semua itu merupakan
sifat dari pedang “saif” .
Kemudian untuk memperkuat argumentasinya,
maka didukung dengan penulisan sebuah karya berupa
tulisan yang berisikan tentang perbedaan arti kata yang
dianggap sinonim (tara>duf). Seperti Abu> Hila>l al-‘Askari>
dalam karyanya yang berjudul “ al-Furu>q fi al-
Lughawiyyah”. Dalam karyanya tersebut, ia berusaha
membedakan kata-kata yang dianggap sama atau serupa,
sebagai contoh:
}
a. Lafazلخبلاdanحشلا yang berarti kikir, bahwa لخبلا
berarti kikir dari hartanya sendiri, sedangkan
حشلاadalah kikir dari harta orang lain. 117 Nabi
bersabda; “ مكلبق ناك نم كلها حشلا ناف حشلا اوقتا”
(hindarilah kikir, karena kikir adalah perusak umat
sebelum kalian).
b. Lafaz} يخسلا dan دوجلا, dibedakan menjadi
pemberian menunggu adanya permintaan dan
pemberian dengan tanpa adanya permintaan untuk
kata يخسلا,oleh karena ketika dikatakan Allah
bersifat dermawan kata yang dipakai adalah al-
117 Abu> Hila>l al-Aska>ri berpendapat bahwa kata al-Syih}h{u berarti
ketamakan dalam mencegah kebaikan, sementara kata al-
bukhlu adalah ketamakan dalam mencegah kebenaran,
sehingga orang-orang yang telah melaksanakan hak-hak Allah,
tidak dikatakan sebagai orang yang bakhil. Lihat Abu> Hila>l al-
Aska>ri>, al-Furu>q al-Lugahwiyah…hlm. 144.
65