Page 130 - hujan
P. 130
Lail dan Maryam diam menyimak percakapan di atas bus kota rute 12, menuju
sekolah mereka.
Lail menghela napas. Dia teringat percakapannya dengan Esok. Apa kabar
Esok di Ibu Kota sekarang? Apakah di sana juga turun salju? Apakah sebaiknya
dia menelepon Esok? Hampir se tahun dia tidak bertemu Esok. Beberapa bulan
lagi libur pan jang. Apakah Esok akan pulang liburan?
Salju tidak turun setiap hari, masih satu kali setiap dua minggu. Tipis,
ketebalan satu sentimeter. Tapi hanya soal waktu akhir nya menjadi tebal dengan
frekuensi lebih rapat.
Lail dan Maryam tidak sempat mencemaskan salju yang turun di kota. Mereka
tidak sempat menonton berita di televisi yang setiap hari dipenuhi diskusi
tentang perubahan iklim dunia. Lail juga tidak sempat memikirkan banyak hal
tentang Esok. Ujian akhir kelas dua belas dan seleksi sekolah keperawatan telah
menanti. Mereka fokus belajar siang-malam menyiapkan diri.
***
Dua ujian itu berhasil dilewati dengan baik oleh Lail dan Maryam.
Pengumuman kelulusan kelas dua belas mereka terima di sekolah. Papan
pengumuman digital menuliskan ratusan nama yang lulus, ada nama Lail dan
Maryam di urutan keenam dan ketujuh. Mereka tertawa lebar, sementara
teman-teman yang lain ramai bersorak, saling memberikan selamat.
Sorenya, dengan masih diliputi sukacita lulus dari sekolah, Lail dan Maryam
tiba-tiba dipanggil ke ruang kantor Ibu Suri. Seperti biasa, eskpresi dingin
pengawas panti membuat dada mereka berdetak lebih kencang. Apakah mereka
telah melakukan kesalahan?
” Kalian berdua terpaksa dikeluarkan dari panti sosial,” Ibu Suri berkata dingin.
Wajah Lail pucat. Dikeluarkan? Bahkan Maryam yang selalu cuek dengan
kabar buruk ikut pucat.
”Apa salah kami, Bu?” Maryam tidak terima, bertanya dengan intonasi sesopan
mungkin daripada membuat masalah baru. Mereka lulus dari sekolah dengan
nilai sangat baik, apakah itu sebuah kesalahan? Kenapa mereka mendadak