Page 134 - hujan
P. 134
dihiasi lukisan, terlihat serasi.
Ibu Esok keluar dari balik meja kasir. Kursi rodanya bergerak tanpa suara.
” Lail?”
”Selamat sore, Bu,” Lail tersenyum, menyapa.
”Aduh, Ibu sampai kaget.” Ibu Esok tersenyum lebar. ”Apa ka bar mu, Nak?”
” Baik, Bu. Oh, aku membawa teman. Maryam, teman sekamar ku di panti
sosial.”
Sore itu Lail dan Maryam menghabiskan waktu membuat kue bersama ibu
Esok. Meski awalnya Maryam terlihat enggan, tapi menyaksikan ibu Esok yang
telaten, penuh kasih sayang, me nyiapkan bahan-bahan dari atas kursi rodanya,
membuat adonan, terlihat sekali amat mencintai kue, tanpa menyadarinya,
Maryam mulai ikut membantu. Sambil bercakap-cakap, mereka tertawa
mendengar gurauan ibu Esok.
Tidak terasa satu jam lebih mereka menyelesaikan kue itu. Terpotong beberapa
kali karena suara lonceng pintu terdengar, ada pengunjung yang hendak membeli
kue. Maryam menyeka dahi yang keringatan. Dia asyik sekali menyelesaikan
menghias kue besar itu.
” Bagaimana? Kamu suka?” Lail menyikut lengan Maryam saat ibu Esok di luar.
” Jangan ganggu aku. Aku sedang konsentrasi.” Maryam mem bungkuk, sedang
menyelesaikan bagian atas kue, ;nishing, mem bangun kastel, lengkap dengan
naga-naganya.
Kue pesanan untuk acara ulang tahun itu selesai. Maryam men cuci tangannya
di wastafel, meninggalkan Lail dan ibu Esok berdua.
”Apa kabar Esok di Ibu Kota, Bu?” tanya Lail. Sejak tadi dia menunggu momen
terbaik untuk bertanya.
” Baik. Esok sehat.”
”Apakah Esok akan pulang liburan ini?”
Ibu Esok menggeleng. ” Esok sibuk sekali di kampusnya, Lail. Entahlah apa
yang sedang dia kerjakan di sana. Beberapa hari lalu dia menelepon Ibu, bilang
dia tidak bisa pulang.”