Page 137 - hujan
P. 137

”Selamat pagi.” Lail mengangguk.

                  ” Kalian baru bangun? Oh, aku lupa, kalian libur panjang se kolah. Ada Maryam

                di situ?”
                  ” Iya. Maryam ada di sini.”

                  ” Bagus.   Dengarkan    aku   baik-baik,   Lail,   Maryam.”   Petugas   ter senyum.   ”Aku

                minta   maaf   tidak   bisa   memberika n   penugasan   kepada    kalian   liburan   panjang
                ini.”

                  ”Aku sudah tahu,” Maryam memotong kesal.

                  Petugas  tertawa.  ” Dengarkan  dulu,  Maryam...  Alasan  sebenar nya  karena  kami
                sedang    menunggu     konJrmasi     dari   markas   besar   Organisasi   Relawan   di   Ibu

                Kota.  Tentang  peringatan  lima  tahun  berdirinya  organisasi  sekaligus  peringatan

                bencana gunung me letus. Komite Pusat telah mengirimkan kabar pagi ini, kalian
                ber dua   menerima    penghargaan     Dedikasi    dan   Pengorbanan    Tingkat    Per tama.

                Selamat,   Lail   dan   Maryam.   Kalian   berdua   di undang   ke   Ibu   Kota   selama   tiga

                hari   untuk   menerima    peng hargaan    itu   di   acara   puncak   peringatan,   sekaligus
                berkesempatan bertemu de ngan relawan seluruh negeri.”

                  Maryam     loncat   mengambil    gagang   telepon   dari   tangan   Lail,   membuat   layar

                hologram bergoyang.
                  ”Sungguh? Ini tidak bergurau, buka n?”

                  Petugas  tertawa  melihat  wajah  Maryam  yang  jerawatan,  kusut,  rambut  kribo

                acak-acakan    bangun    tidur,   di   layar   tipis   komputer   meja   kerjanya.   ”Aku   tidak

                bergurau,    Maryam.     Kartu   pas   resmi   dikirimkan   ke   panti   siang   ini.   Semua
                perjalanan  telah  disiapkan.  Kalian  berangkat  dua  hari  lagi.  Selamat  pagi,  Lail,

                Maryam. Kalian bisa melanjutkan tidur kesiangan kalian se karang.”
                  Sambungan telepon ditutup.

                  Lail   dan   Maryam    bersorak    girang,   menari-nari,   me loncat   saling   mengadu

                telapak   tangan.   Mereka   lupa   peng awas   lantai   masih   berdiri   di   depan   mereka,

                menunggu gagang te lepon di kembalikan, menatap mereka dengan wajah masam.
   132   133   134   135   136   137   138   139   140   141   142