Page 142 - hujan
P. 142

nyalakan  televisi,  dan  sebagainya.  Anting  itu  sekaligus  berfungsi  sebagai  guide.

                Kapan pun mereka hendak berkeliling Ibu Kota, mereka tidak akan tersesat.

                  ”Acara  dimulai  pukul  tujuh,  jamuan  makan  malam,  di  ballroom  hotel.  Pastikan
                kalian  tidak  terlambat.”  Petugas  yang  menjemput  meng ingatkan  setelah  semua

                keperluan    Lail   dan   Maryam   terpe nuhi.   Dia   hendak   kembali   ke   markas   besar

                organisasi.
                  Lail mengangguk, mengucapkan terima kasih.

                  Begitu pintu kamar ditutup, Maryam langsung lompat ke atas kasur empuk.

                  ”Aku   belum   pernah    tinggal   di   kamar   sebagus   ini,   Lail.”   Maryam   berguling-
                guling, membuat bantal berjatuhan.

                  Lail   tertawa   pelan,   meletakkan    ranselnya   di   dekat   lemari.   Di bandingkan

                dengan tenda relawan, kamar hotel ini tidak ter bayangkan.
                  Dengan  semua  keperluan  telah  diurus  oleh  petugas  organisasi,  maka  masalah

                baru    Lail   adalah     bagaimana      menghubungi       Esok.    Bagaimana      caranya

                memberitahu       Esok   bahwa     dia   sedang   di   Ibu   Kota.   Apakah    Esok    mau
                menemuinya?

                  Empat  kali  Lail  telah  duduk  di  depan  telepon  generasi  terbaru  yang  tersedia  di

                kamar    hotel.   Bahkan   dia   telah   memasukkan    nomor    kontak   Esok—yang      dia
                dapatkan    dari   ibu   Esok.   Empat   kali   itu   pula   Lail   batal   menelepon.   Keringat

                menetes di lehernya. Tangannya gemetar. Dia gugup sekali.

                  ” Ya Tuhan! Apa susahnya? Kamu tinggal telepon, bilang, ‘Hai, Esok, aku sedang

                di  kotamu,  apakah  kamu  mau  bertemu?’  atau  ‘Hai,  Esok,  aku  sedang  di  kotamu,
                apakah  kamu  mau  makan  malam  bersamaku  malam  ini?’  Beres.”  Maryam  terlihat

                gemas.Kenapa  dia  harus  menyaksikan  teman  terbaik nya  terlihat  begitu  khawatir
                jika telepon itu mendapatkan res pons negatif dari Esok?

                  Lail  menunduk.  Itu  tidak  semudah  yang  dikatakan.  Jika  Maryam  sendiri  yang

                mengalaminya,      dia   akan   tahu   betapa   sulit nya.   Lagi   pula,   dia   tidak   ingin

                mengganggu kesibukan  Esok  di  laboratorium.  Ada  banyak  pekerjaan  yang  harus
                dilakukan Esok, yang jauh lebih penting dibanding pertemuan mereka.

                  Maryam  mengacak-acak  rambut  kribonya,  semakin  gemas.  Sudah  pukul  lima
   137   138   139   140   141   142   143   144   145   146   147