Page 144 - hujan
P. 144
ballroom. ” Bagus sekali. Sekarang berhenti, berputar pelan-pelan, lambaikan
tangan ke seluruh ruangan.” Suara lem but dari anting itu menuntun apa yang
harus dilakukan Lail dan Maryam.
Mereka duduk satu meja dengan Komandan Organisasi Rela wan seluruh
negeri—seseorang dengan perawakan tinggi besar, tapi wajahnya ramah penuh
empati—perpaduan karakter yang me narik. Di meja itu juga duduk Gubernur
dan beberapa anggota komite penghargaan. Anting logam perak itu terus me-
nuntun Lail dan Maryam. Kapan harus makan, menggunakan sendok dan garpu
yang mana, bagaimana ikut dalam percakapan. Men jawab pertanyaan dengan
sopan. Mendengarkan percakapan. Dalam sekejap, mereka berdua tampil sefasih
kelas atas pen duduk Ibu Kota.
Acara puncak peringatan tiba, pemberian penghargaan. Ada dua belas
kategori, penghargaan untuk Lail dan Maryam di umumkan paling terakhir.
Video simulasi malam itu diputar. Lima puluh kilometer, hujan badai, suhu lima
derajat Celsius, dua relawan yang bahkan belum berusia delapan belas tahun
berlari cepat untuk memperingatkan penduduk satu kota bahaya bendungan
jebol. Empat belas ribu penduduk berhasil di selamatkan sebelum air bah
menerjang kota.
Lail dan Maryam menatap layar raksasa yang memutar video itu. Mereka
saling tatap, menelan ludah. Malam ini mereka baru menyadari betapa seriusnya
pengorbanan yang mereka lakukan. Itu bukan hanya soal riang melakukannya,
juga bukan tentang selalu bersama teman terbaik. Itu tentang hidup-mati.
Ballroom yang lengang pecah oleh tepuk tangan saat wajah Lail dan Maryam
muncul di layar. Mereka dipanggil ke atas panggung.
Maryam yang selama ini selalu cuek, tidak peduli, menyeka ujung matanya
yang basah saat menerima penghargaan. Gu bernur menyalaminya,
mengucapkan selamat. Atas jasa mereka, pemerintah menganugerahkan Lisensi
Kelas A Sistem Kesehat an. Itu berarti Lail dan Maryam punya akses ting kat
tinggi da lam sistem kesehatan. Cukup dengan memper lihatkan kartu itu di
rumah sakit mana pun, pemegangnya ber hak men dapatkan perawatan kelas