Page 133 - hujan
P. 133

Mereka  naik  bus  kota  rute  12,  turun  di  halte  ujung  jalan  pusat  kuliner  kota,

                berjalan kaki.

                  Wajah  Maryam  masih  terlihat  masam.  Dia  masih  mengomel  sepanjang  jalan,
                kecewa,    karena    petugas    markas     sudah    enam    kali   menolak     permintaan

                penugasan.  Mereka  bukan  anak  kecil.  Usia  mereka  sudah  delapan  belas  tahun.

                Hanya     karena   belum    me miliki   spesialisasi,   bukan   berarti   mereka   relawan
                amatiran.

                  ” Tersenyumlah,    Maryam.     Atau   rambut   kribomu    tambah    me ngem bang,”    Lail

                menggoda.
                  Maryam     mengembuskan        napas,   menatap   toko-toko    makanan     di   sepanjang

                jalan.  Sore  hari  pukul  empat  cahaya  matahari  senja  menyiram  jalanan,  terlihat

                indah.   Tambahkan      aroma   makanan     yang   menyergap    hidung.   Maryam      mulai
                tersenyum tipis.

                  ”Aku tidak tahu bahwa kota kita punya pusat jajanan sebagus ini.”

                  ” Itu   karena   kamu   terlalu   banyak   bicara   di   bus   kota,   tidak   memperhatikan
                jalan.” Lail tertawa.

                  Maryam mengangkat bahu. Dia memang lebih suka mengo b rol.

                  Mereka tiba di depan toko kue.
                  ” Kue?” Kening Maryam terlipat. ” Kamu mengajakku ke toko kue?”

                  ” Ini bukan toko kue biasa, Maryam. Ayo masuk.”

                  ”Apanya yang bukan? Ini toko kue. Aku bosan menghias kue. Aku sudah putus

                hubungan dengan kue.”
                  Lail   tertawa.   ”Siapa   yang   menyuruhmu     menghias     kue?   Kita   me ngunjungi

                kenalan  lama.  Kamu  akan  senang  berkenalan  de ngan nya.  Seseorang  yang  sangat
                mencintai kue se panjang usianya.”

                  Maryam  mengalah,  melangkah  masuk.  Suara  lonceng  di  daun  pintu  terdengar

                lembut.

                  Kesan  pertama  selalu  penting,  dan  Maryam  terdiam  melihat  rak  dipenuhi  kue.
                Toko    kecil   itu   selalu   menawan   hati   pengun jung   dengan   jenis   kue   yang   jarang

                ada.   Aroma    kue   yang   khas   memenuhi      langit-langit.   Dinding-dinding     toko
   128   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138