Page 204 - hujan
P. 204

”Sial!”  Maryam  menepuk  dahi,  turun,  lalu  menutup  pintu  mo bil.  ” Kenapa  aku

                baru  tahu  bahwa  mobil  yang  satu  ini  boleh  terbang.  Kenapa  tidak  dari  restoran

                tadi?”
                  Mobil  itu  sudah  melaju  tanpa  sopir,  menuju  restoran  tempat  perayaan  wisuda

                Esok.

                                                            ***
                Suasana  hati  Lail  terus  buruk.  Sepanjang  sisa  hari  dia  hanya  tinggal  di  hotel,

                juga malamnya.

                  Maryam  yang  ingin  melanjutkan  berjalan-jalan  berkeliling  Ibu  Kota  jadi  batal.
                Menemani  teman  sekamarnya  jauh  lebih  penting  dibanding  jalan-jalan.  Mereka

                makan malam bersama di kamar, memesan makanan, room service.

                  Maryam  memutuskan  tidur  lebih  awal.  Besok  jadwal  kereta  mereka  pagi-pagi
                sekali.   Di   ranjang   sebelah,   Lail   memaksakan     diri   untuk   tidur,   meskipun

                kepalanya dipenuhi banyak pikiran negatif.

                  Alarm     membangunkan         mereka     pukul    lima.   Mereka     berkemas-kemas,
                memasukkan  pakaian  ke  ransel,  check- out  dari  hotel.  Me reka  menumpang  taksi

                ke stasiun kereta. Tiba di sana lima menit sebelum kereta cepat berangkat.

                  Langkah  kaki  Lail  tertahan.  Di  peron  telah  menunggu  Esok,  mengenakan  topi
                biru.

                  ”Selamat pagi, Lail.” Esok tersenyum.

                  ”Apa  yang  kamu  lakukan  di  sini?”  Lail  justru  bertanya  balik,  suaranya  ketus,

                melirik sekitar.
                  ” Ibu  dan  keluarga  angkatku  sudah  pulang  kemarin  malam  jika  kamu  mencari

                mereka.”
                  Lail diam. Dia tadi mengira Esok ke sini karena mengantar keluarga angkatnya

                —bukan  untuk  dirinya.  Maryam  segera  beranjak  menjauh,  memberikan  ruang

                agar Lail dan Esok bisa bicara.

                  ” Kamu sudah sehat?”
                  Lail mengangguk pelan. Ekspresi wajahnya lebih bersahabat.

                  ”Aku  minta  maaf  saat  selesai  acara  wisuda  tidak  bisa  berbicara  denganmu.  Juga
   199   200   201   202   203   204   205   206   207   208   209