Page 208 - hujan
P. 208
rute 12 di halte.
” Ini aneh sekali...,” Lail bergumam.
”Apanya yang aneh?”
” Kamu ingat tidak? Kita mendaftar di Organisasi Relawan setelah kamu bilang
bosan menghias kue-kue. Sekarang kamu semangat sekali pergi ke toko kue
setelah bosan tidak pernah di tugaskan di lapangan. Jadi, sebenarnya apa yang
kamu sukai? Meng hias kue atau menjadi relawan?”
Sebagai jawaban, Maryam tertawa kecil.
Bus kota rute 12 merapat ke halte, terisi separuh. Lail dan Maryam naik,
duduk di barisan tengah. Maryam langsung me nyala kan tabletnya, asyik
melanjutkan membaca.
Lail menatap ke luar jendela, kota mereka terlihat gemerlap oleh cahaya lampu.
Orang-orang berlalu-lalang di pusat wisata. Enam bulan lalu tidak ada yang
berminat menghabiskan waktu dengan selimut salju setebal tiga puluh
sentimeter. Sekarang ke ramai an ada di mana-mana. Di kafe, restoran, atau
sekadar duduk di bangku-bangku terbuka menikmati malam yang hangat.
” Kamu sedang membaca apa, Maryam?” Bosan melihat keluar, Lail menyikut
lengan sahabatnya.
Maryam nyengir lebar. ” Kamu tidak akan suka.”
” Tidak suka?”
” Yeah. Ini kumpulan kutipan tentang cinta.” Maryam tertawa kecil.
” Bacakan beberapa untukku. ”
” Hei, kamu tidak akan suka, Lail.”
” Bacakan saja.”
” Baiklah, kamu yang memintanya. Tanggung sendiri risikonya.” Jemari
Maryam menggeser layar. ”Sebentar, akan kucarikan bebe rapa yang menarik...
Nah, yang satu ini...”
Maryam menghentikan gerakan jemarinya.
”Ada orang- orang yang kemungkinan sebaiknya cukup menetap dalam hati kita
saja, tapi tidak bisa tinggal dalam hidup kita. Maka, biarlah begitu adanya, biar