Page 209 - hujan
P. 209

menetap di hati, diterima de ngan lapang. Toh dunia ini selalu ada misteri yang tidak

                bisa dijelas kan. Menerimanya dengan baik justru membawa kedamaian.”

                  ” Indah, bukan?” Maryam tersenyum. Lalu dia tertawa me natap wajah Lail yang
                mendadak berubah.

                  ”Atau yang satu ini, kamu dengarkan baik-baik.” Maryam kembali melihat layar

                tabletnya.
                  ”Bagian   terbaik   dari   jatuh   cinta   adalah   perasaan   itu   sendiri.   Kamu   pernah

                merasakan     rasa   sukanya,   sesuatu   yang   sulit   dilukis kan   kuas   sang   pelukis,   sulit

                disulam  menjadi  puisi  oleh  pujangga,  tidak  bisa  dijelaskan  oleh  mesin  paling  canggih
                sekalipun.   Bagian   terbaik   dari   jatuh   cinta   bukan   tentang   memiliki.   Jadi,   kenapa

                kamu    sakit   hati   setelahnya?   Kecewa?   Marah?   Benci?   Cemburu?   Jangan- jangan

                karena kamu tidak pernah paham betapa indahnya jatuh cinta.”
                  ” Kamu sedang menyindirku, Maryam?” Lail melotot.

                  Maryam menepuk dahi. ” Tidak ada yang menyindirmu, Lail.”

                  ” Kamu sengaja mencari kutipan yang menyindirku, kan?”
                  ”Aku   sudah    memperingatkanmu         tadi.   Kamu    tidak   akan   suka.”   Maryam

                tertawa,  bergegas  pindah  tempat  duduk,  menjaga  jarak,  sebelum  sopir  bus  kota

                menurunkan mereka karena membuat keributan.
                  Sebenarnya     sepulang   dari   menghadiri   wisuda    Esok,   Maryam     tidak   pernah

                menggoda Lail secara langsung lagi. Maryam tahu, tanpa digoda saja enam bulan

                terakhir   Lail   lebih   sering   melamun   di   kamar,   di   ruang   kuliah,   di   bus   kota.

                Maryam     sebenarnya    ingin   membantu,     membesarkan      hati   teman   sekamarnya,
                tapi Lail kem bali tertutup soal Esok. Enggan membicarakannya sedikit pun.

                  Bus kota rute 12 terus melaju di jalanan. Lail kembali me natap ke luar jendela.
                  Apa  kabar  Esok?  Apa  yang  sebenarnya  sedang  dilakukannya  di  Ibu  Kota?  Lail

                tahu,   ada   sesuatu    yang   dirahasiakan    Esok    dari nya.   Apakah    itu   tentang

                pekerjaanya?  Atau  perasaannya?  Apakah  Esok  juga  merahasiakan  hal  itu  kepada

                keluarga  angkatnya?  Kepada  ibunya?  Bukankah  dulu  saat  di  tenda  pengungsian,
                setiap malam, saat duduk di tribun atas stadion, mereka selalu menceritakan apa

                pun  sepanjang  hari?  Tidak  ada  satu  pun  yang  ditutupi.  Apakah  Esok  sekarang
   204   205   206   207   208   209   210   211   212   213   214