Page 210 - hujan
P. 210
telah berubah? Apakah dia menyukai gadis lain di luar sana? Menyukai Claudia?
Mungkin sudah waktunya dia mulai belajar melupakan Esok.
Enam bulan berlalu, itulah yang membuat Lail lebih sering melamun.
***
Kejutan. Setiba di asrama sekolah keperawatan, ada seseorang yang telah
menunggu mereka di ruang bersama.
Maryam berseru, berlari mendekat.
”Selamat malam, Maryam, Lail,” Ibu Suri menyapa mereka lebih dulu.
” Ibu sudah lama menunggu?” Maryam bertanya.
Mereka berpelukan hangat.
” Baru lima menit. Ibu tidak akan lama.” Ibu Suri mengeluar kan amplop dari
sakunya. ” Minggu depan panti sosial mengada kan acara makan malam untuk
donatur. Kalian berdua diundang.”
” Donatur?” Lail dan Maryam tidak mengerti. Mereka tidak pernah menjadi
donatur.
”Setahun lalu, kalian berdua memberikan seluruh uang dari penghargaan
Organisasi Relawan. Itu tidak sedikit, Lail, Maryam. Terus terang, karena itulah
Ibu terpaksa datang untuk menyerahkan undangan ini secara personal.”
” Eh, Ibu tidak perlu melakukannya. Ibu cukup menelepon, kami pasti datang.”
Maryam merasa bersalah.
”Seluruh donatur besar harus menerima undangan secara lang sung, Maryam.
Itu standar prosedur panti sosial. Terus terang, kalian membuat orang tua ini
repot.”
”Aduh.” Lail dan Maryam jadi serbasalah.
” Kami benar-benar minta maaf, Bu,” Lail berkata takut-takut.
” Iya. Seharusnya kami saja yang mengambil undangan itu di panti.” Maryam
mengusap rambut kribonya. Mereka selalu kecut menatap wajah dingin
pengawas panti.
Ibu Suri tiba-tiba terkekeh, membuat tubuh besarnya berguncang. ” Ibu selalu
tidak bisa menahan tawa melihat ekspresi wajah kalian berdua. Bahkan setelah