Page 205 - hujan
P. 205

saat   makan    siang.   Seharusnya   aku   bisa   meng habiskan    waktu    lebih   banyak

                untukmu,      kita   sudah    dua   tahun    tidak   bertemu.     Tapi   aku   tidak   bisa

                melakukannya....  Tidak  bisa  menghentikan  percakapan  dengan  Wali  Kota,  atau
                dengan Claudia.”

                  Lail menunduk. Maryam benar.

                  ” Kamu masih marah?”
                  Lail menggeleng.

                  ”Aku  berjanji  akan  menebusnya  di  kesempatan  lain.  Meski  tidak  sekarang....”

                Esok  terdiam  sebentar.  ”Ada  banyak  yang  ingin  aku  lakukan,  tapi  tidak  mudah.
                Pagi  ini  aku  harus  melewati  tiga  lapis  izi n  hanya  untuk  bertemu  denganmu  di

                stasiun kereta se lama lima menit.”

                  Izin? Lail hendak bertanya apa maksud kalimat Esok barusan. Tapi peluit lebih
                dulu   terdengar   melengking.     Tanda   semua    pe numpang     harus   naik   ke   dalam

                kapsul.

                  ”Bye, Lail, selamat jalan.”
                  ”Bye, Esok.” Lail mengangguk.

                  Maryam  juga  ikut  melangkah  naik,  menoleh  ke  arah  Esok.  ” Topi  yang  keren,

                Soke.”
                  Esok tertawa, melambaikan tangan.

                  Tiga puluh detik, kapsul kereta cepat melesat meninggalkan stasiun kereta.

                  Lail meninggalkan Ibu Kota dengan suasana hati yang jauh lebih baik.
   200   201   202   203   204   205   206   207   208   209   210