Page 219 - hujan
P. 219
dengan cepat akan menyebar ke negara-negara tro pis. Tidak ada yang bisa
memastikan hingga kapan kondisi tersebut akan berakhir.
Breaking news!
” Partikel anti gas sulfur dioksida telah mengkhianati kita,” narasumber di
televisi menjawab datar.
” Tapi bagaimana jika kita melakukan intervensi atas intervensi anti gas sulfur
dioksida tersebut? Agar awan kembali terbentuk?” Pembawa acara melontarkan
ide.
” Ide konyol. Itu hanya akan mempercepat proses kepunahan umat manusia.”
Narasumber menatap meja, meraih gelas di depan nya. ”Akan saya berikan
contoh sederhana. Air di gelas ini jernih, hingga datanglah seseorang yang
ngotot ingin warnanya menjadi merah. Mudah melakukannya, tuangkan
pewarna merah, jadi merah airnya. Tapi ketika datang lagi seseorang yang ngotot
ingin warnanya menjadi kuning, bagaimana caranya? Silakan tuang kan pewarna
kuning sebanyak mungkin, hasilnya tidak akan pernah kuning.”
” Tapi bagaimana kita mengatasi masalah ini sekarang?”
” Tidak ada jalan keluar lagi. Kita tidak bisa menyedot miliaran gas yang telah
tercampur di langit, lantas membuangnya ke planet Mars. Kita harus membayar
mahal atas egoisme masing-masing. Iklim panas esktrem cepat atau lambat akan
tiba di kota ini. Memanggang seluruh kehidupan.”
Layar televisi lengang. Pembawa acara terdiam.
Lail dan Maryam beranjak meninggalkan ruang bersama yang dipenuhi teman-
teman mereka yang sedang menonton televisi. Mereka masih punya tugas akhir
sekolah yang harus segera di selesaikan di kamar. Mereka juga cemas atas
perkembangan dunia, tapi fokus mereka ada di sekolah.
Ujian akhir berlangsung lancar di tengah suhu panas, me nyentuh 30 derajat
Celsius. Setahun lalu kota mereka masih di selimuti salju tebal, hari ini semua
terbalik. Siaran berita di televisi mengabarkan bahwa suhu rata-rata di negara-
negara subtropis sudah menyentuh 35 derajat. Salju di kutub meleleh,
menaikkan permukaan laut hingga lima puluh sentimeter, me rendam kota di