Page 221 - hujan
P. 221
pengungsian kembali. Siapa lah dia? Bukan siapa-siapanya Esok.
Maryam tahu perubahan itu. Meski mereka berdua jarang membicarakan
Esok, mereka teman dekat, ada banyak hal yang bisa saling dipahami oleh dua
sahabat sejati tanpa harus bicara apa pun. Maryam tahu Lail sedang berusaha
berdamai dengan harapannya.
” Kalau aku jadi kamu, aku akan tetap memberitahu Esok dan memaksanya
hadir saat wisuda. Setidaknya itu menjadi ke jutan bagi yang lain. Aku berani
bertaruh, peserta wisuda akan berebut minta foto bersama Soke Bahtera,”
Maryam berkata santai, tertawa dengan idenya.
Lail ikut tertawa.
” Tapi nasib. Aku bahkan tidak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta. Tidak ada
yang memegang tasku saat gempa bumi itu terjadi. Semua anak laki-laki bahkan
sudah mundur duluan saat melihat rambut kriboku yang mengembang besar.
Jadi, apa yang kuharapkan? Jangan-jangan, kalaupun ada yang reKeks memegang
tas punggungku, saat dia melihat rambutku, dia buru-buru melepaskannya lagi.
Sambil bilang, ‘ Eeuuuh, maaf salah orang.’”
Dua sahabat itu tertawa bersama-sama atas gurauan Maryam.
Lail mulai nyaman dengan gurauan Maryam. Dia sudah berjanji akan
melupakan harapan itu. Dia telah menata hatinya dengan sangat hati-hati
setahun ini. Dia tidak akan membiar kannya berantakan kembali dengan
bertemu Esok.
” Jadi, kamu benar tidak akan memberitahu Esok, Lail?”
Lail menggeleng. Keputusannya sudah bulat.