Page 223 - hujan
P. 223

perawat.   Usai   wisuda,   kedua   gadis   itu   asyik   ber foto   dengan   tabung   ijazah   di

                tangan.   Berfoto   dengan   teman-teman.      Kamera    kecil   terbang   ke   sana   kemari,

                dikendalikan  de ngan  gerakan  telapak  tangan,  sibuk  menjepret.  Keributan  kecil
                terjadi.   Satu-dua   wisudawan    mulai   diceburkan    ke   kolam   kecil   di   dekat   aula.

                Bagian  dari  perayaan  wisuda.  Lail  bergegas  lari  men jauh  ke  salah  satu  pohon  di

                tepi  halaman  aula,  tertawa  melihat  Maryam  yang  meronta,  diseret  paksa  adik
                kelas mereka.

                  Sama    seperti   waktu   dulu   di   kolam   lumpur,   Lail   tidak   tertarik,   memilih

                menghindar.
                  ” Halo, Lail.” Suara khas yang amat dikenal menyapa.

                  Lail menoleh, dan dia hampir terjatuh karena kaget.

                  ” Esok...?”
                  Esok mengangguk, tersenyum.

                  ”Apa yang kamu lakukan di sini?” Lail mengucek mata. Tidak percaya apa yang

                dilihatnya.
                  Lihatlah,  Esok  berdiri  di  hadapannya,  membawa  sepeda  me rah.  R ambut  Esok

                yang   panjang   kini   terpotong   rapi,   mengenakan    topi   biru.   Wajahnya   terlihat

                riang.
                  ”Aku datang untuk wisudamu.”

                  Susah    payah   setahun    terakhir   Lail   menata   hatinya.   Berusaha     berdamai,

                berusaha     melupakan,     namun      sia-sia.   Semua    benteng    yang    dia   bangun

                berguguran  saat  melihat  Esok  berdiri  di  hadap annya.  Kali  ini  dia  tidak  tertawa
                seperti biasanya setiap kali kaget melihat Esok. Kali ini Lail menangis.

                  ” Kenapa kamu menangis?”
                  Lail menggeleng. ”Aku tidak tahu kenapa aku menangis.”

                  Halaman aula masih ramai. Maryam sudah basah kuyup di sana.

                  ” Kamu tidak suka melihatku datang?”

                  Lail   menyeka   pipinya.   ”Aku   senang   sekali   melihatmu,   Esok.   Maaf,   aku   jadi
                menangis.”

                  Lengang sejenak, mereka saling tatap.
   218   219   220   221   222   223   224   225   226   227   228