Page 225 - hujan
P. 225

airnya.   Penghematan       air.   Setidaknya   burung-burung      merpati    masih    ada,

                menjadi hiburan bagi pe ngunjung kolam.

                  Mereka kembali menaiki sepeda merah setelah minuman habis.
                  Matahari  mulai  tumbang  di  langit  barat,  pukul  empat  sore,  meski  cahayanya

                tetap terik menyiram kota. Tujuan  terakhir mereka adalah lubang tangga darurat

                kereta bawah tanah.
                  Esok   pernah    berjanji   akan   menemani    Lail   mengunjungi     tempat   itu—saat

                memintanya       berteduh    dari   hujan   asam    memati kan.    Hari   ini   Esok   juga

                memenuhi      janjinya   saat   wisuda   di   Ibu   Kota.   Dia   akan   menebus   momen
                menyebalkan Lail saat itu. Menuka rnya dengan kebersamaan saat Lail wisuda.

                  Lima   belas   menit   mereka   terdiam   di   perempatan   jalan,   ada   bangku   dengan

                payung    otomatis   di   sana.   Lail   dan   Esok   duduk,   menatap   taman   bunga   yang
                menutupi lubang. Sepeda merah terparkir rapi. Perempatan itu lengang.

                  ” Ini  mungkin  terakhir  kalinya  kita  bisa  mengunjungi  tempat  ini,”  Esok  berkata

                pelan.
                  Lail menoleh. ” Terakhir kali?”

                  Esok mengangguk.

                  ” Kenapa?” Lail tidak mengerti.
                  ”Aku   akan   menjelaskan    sesuatu   padamu.”   Esok   meraih   benda   dari   sakunya.

                Sebuah bola logam seukuran bola pingpong.

                  Esok  mengetuk  lembut  salah  satu  sisinya.  Bola  logam  itu  merekah,  dan  sebuah

                hologram muncul. Itu teknologi presentasi generasi terakhir. Cukup dengan bola
                logam kecil, sesuatu bisa divisualkan secara empat dimensi melalui hologram.

                  Di atas bola logam itu muncul sebuah ” kapal” berukuran besar.
                  ” Kapal?” Lail berkata pelan.

                  ” Iya,   inilah   kapal   yang   sedang   aku   kerjakan.   Bentuknya   se perti   kapal,   maka

                kami    selalu   menyebutnya    demiki an.   Tapi   ini   sebenar nya   pesawat   antariksa

                raksasa   dengan   teknologi   paling   mutakhir.   Panjangnya   nyaris   enam   kilometer,
                lebarnya   empat   kilo meter,   dengan   tinggi   delapan   ratus   meter.   Kami   juga   me-

                nyebutnya  kapal,  karena  pesawat  antariksa  ini  didesain  untuk  berlayar  jauh  dan
   220   221   222   223   224   225   226   227   228   229   230