Page 220 - hujan
P. 220
pesisir.
Seminggu setelah ujian, Lail dan Maryam bisa tersenyum lega melihat nama
mereka ada dalam daftar kelulusan. Resmi sudah mereka menyelesaikan
pendidikan level 4 sekaligus memegang lisensi perawat. Mereka mulai
membicarakan rencana-rencana baru. Mulai dari rencana bekerja di salah satu
rumah sakit, pindah menyewa apartemen, sambil terus menjadi relawan.
Organisasi Relawan telah memanggil ribuan anggotanya enam bulan terakhir.
Tenaga mereka kembali dibutuhkan. Musim panas berkepanjangan membuat
banyak daerah kembali ke kategori 4-5. Hanya soal waktu, saat air bersih sulit
ditemukan, suhu semakin panas, kualitas kehidupan semakin menurun, kota-
kota dengan kategori 1-3 bermunculan. Menghadapi ke mungkinan situasi buruk
itu, Organisasi Relawan juga menggelar pelatihan ulang. Dulu situasi yang
dihadapi relawan adalah mu sim dingin, salju, hujan badai, sekarang situasi
berubah, mereka menghadapi keke ringan. Ada banyak pengetahuan relawan
yang harus diperbarui.
”Apakah kamu telah memberitahu Esok tentang wisuda minggu depan, Lail?”
Mereka sedang menumpang bus kota rute 12, pulang dari markas Organisasi
Relawan.
” Belum,” Lail menjawab pendek.
” Kamu harus segera memberitahunya, Lail. Agar dia bisa me nyiapkan rencana
perjalanan pulang jauh-jauh hari. Aku pikir, dengan kesibukannya, dia tidak bisa
dengan mudah tiba-tiba pulang.”
Lail menggeleng. Mungkin dia tidak akan memberitahu Esok.
Sejak pengumuman kelulusan minggu lalu, sudah beberapa kali Lail hendak
memberitahu Esok lewat telepon. Tapi itu tidak dia lakukan. Bukankah Esok
juga tidak pernah meneleponnya setahun terakhir? Lagi pula, Lail khawatir dia
hanya akan meng ganggu kesibukan Esok yang membuat kapal entahlah itu. Lail
sedang menata hatinya, sejak pengalaman di Ibu Kota setahun lalu, gadis itu
sudah berjanji akan mengendalikan perasaannya. Mengusir pergi setiap kali rasa
rindu itu datang. Menutup rapat-rapat setiap kali kenangan di lokasi