Page 215 - Gabungan
P. 215

berebut  beli  tanah  di  desa—baik  pembeli  maupun  penjual  pasti


            memberi  komisi.  Bayangkan  betapa  menguntungkannya?!"  kata


            Hana Budiman.


                "Eh, ada apa? Kerumunan orang di depan itu..." Yenni menatap ke


            depan dengan heran.


                Ketika  mobil  mendekat,  terlihat  seorang  wanita  berusia  30-an


            sedang menangis pilu sambil menggendong anak lelaki sekitar 7-8


            tahun. Kaki kecil anak itu penuh luka berdarah.


                "Apa yang terjadi?" Hana Budiman melompat turun dari mobil dan


            bertanya dengan cemas.


                Wanita  itu  tak  bisa  bicara.  Seorang  nenek  di  sampingnya


            menjelaskan, "Ditabrak dua pemuda yang naik motor hitam."


                "Lalu kedua orang itu?" tanya Sri Rahayu.

                "Baru saja kabur."


                "Kejar mereka!" Sri Rahayu memerintahkan tiga pemuda bermotor


            di dekatnya, lalu berpaling ke Su Wenbin dan yang lain,


                "Maaf!  Bolehkah  kami  meminjam  mobil  kalian  untuk  membawa


            anak ini ke puskesmas terdekat..."


                "Baik! Tapi urusan pulangmu..." kata Su Wenbin.


                "I  kewajibanku,  menyelamatkan  nyawa  lebih  penting!"  tegas  Sri


            Rahayu.


                Di dalam mobil, Yenni mengambil kotak P3K dan mengeluarkan

                                                           215
   210   211   212   213   214   215   216   217   218   219   220