Page 32 - Gabungan
P. 32
tidak disewakan untuk umum, tapi karena Nona Bai Wenying terus
memohon, dan kebetulan kamarnya kosong..."
Sri Rahayu mengambil segelas susu dan duduk di tepi tempat tidur
Yenni.
"Lihat, aku bicara terlalu banyak! Ayo, Nona Yenni, kamu pasti
sangat lapar. Minumlah susu ini."
Dengan bantuan Sri Rahayu, Yenni meneguk sedikit susu.
"Istirahatlah yang baik," kata Sri Rahayu. "Oh, jika butuh apa-apa,
tekan tombol di samping tempat tidur ini."
Sri Rahayu pergi. Ruangan kembali sunyi, hanya suara kicauan
burung di pohon mangga di luar jendela yang masih terdengar. Yenni
memandangi Bai Wenying dan Hana Budiman yang terlelap, hatinya
bergejolak. Ingatannya melayang ke bencana banjir seminggu yang
lalu...
Di tengah malam, Yenni tidur bersama seorang wanita tua
bernama Suciharti. Wanita itu dan almarhum suaminya adalah
pelopor revolusi. Sehari sebelumnya, Yenni datang untuk melukis
potret Sukiharti. Rudy Budiman ikut serta, ingin mendengar kisah
masa lalu untuk bahan tulisannya. Sebenarnya, lukisan hampir
selesai dan bisa dibawa pulang, tetapi hujan lebat di sore hari
memaksa mereka menginap.
"Tok-tok-tok!" Ketukan pintu yang keras membangunkan Suciharti
32