Page 72 - Sang Pemimpi by Andrea Hirata (z-lib.org)
P. 72

hidung.  Intel  Melayu  yang  paling  jeli  sekalipun  tak  'kan  dapat
              mengenali  kami.  Di  mana  ada  kemauan,  di  situ  ada  jalan.
              Pepatah lama  yang  dianut  semua bangsa di  muka bumi,  benar
              adanya.
                  Sungguh benar adanya.
                  Sempat kulirik lagi poster wanita yang menggendong anjing
              pudel itu dan ia tersenyum. Kali ini bukan senyum mengajak tapi
              senyum  kemenangan  hasrat  maksiat  atas  gemblengan  akhlak
              yang  kami  tempuh  sejak  kecil.  Ini  adalah  malam  yang  amat
              menyedihkan sesungguhnya.
                  Aku  gugup  ketika  mendekati  loket  karcis  yang  berjeruji.
              Suaraku  menggumam tak jelas  waktu menyodorkan uang receh
              sambil menunjukkan tiga jari. Mendapat semburan semerbak bau
              sarungku, A  Kiun mendadak  memundurkan  kursinya. Mukanya
              merah dan cepat-cepat menyerahkan karcis. Melihatku pun ia tak
              berminat.  Sukses!  Tahap  pertama.  Dan  sekarang  yang  paling
              menentukan.  Melewati  tukang  sobek  karcis  Pak  Cik  Basman.
              Dan ternyata mudah sekali.  Kami masih tiga  meter  darinya dan
              ia langsung menutup hidung, memalingkan wajahnya.
                  “Masuk, masuk!! “
                  “Kami  menunduk  ketika  melewatinya.  Pak  Cik  malah  tak
              mau  menyobek  karcis  kami.  Dan  serasa  tak  percaya,  sekejap
              kemudian  kami  telah  berada  di  dalam  bioskop.  Kami  girang
              seperti orang berhasil melewati tembok Berlin. Kami mengambil
              tempat  duduk  di  tengah.  Bau  pesing  tercium  dari  sudut-sudut
              bioskop.  Kami  tetap  memakai  sarung  kami  seperti  orang
              memakai  cadar  dan  dari  balik  cadar,  kami  terpesona  melihat
              adat istiadat dalam bioskop orang dewasa.
                  Pertama-tama,  muncul  gerombolan  calo  angkutan  umum.
              Mereka  terbahak  sekehendak  hatinya  dan  membakar  obat
              nyamuk  dekat mereka  duduk.  Kaki  dinaikkan  ke atas  kursi dan
              semuanya merokok seperti kereta api.
                  Lalu muncul beberapa pasang laki-laki dan perempuan yang
              dari  bajunya  kita  segera  paham  bahwa  mereka  adalah
              penggemar berat musik dangdut. Lalu terakhir gerombolan besar
              tak  putus-putus  orang  berkerudung,  ingar-bingar.  Sebelum

                                          70
              -Sang Pemimpi-                                                                                                                     ADEF
   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77