Page 32 - BUKU ANTOLOGI PROBLEMATIK RANAH PEMBANGUNAN SISTEM EKONOMI DAN HUKUM DI NEGARA REPUBLIK INDONESIA
P. 32
AMBIGUITAS PEMBANGUNAN KESADARAN
HUKUM DAN REPRESIFITAS
HAK KEBEBASAN BEREKSPRESI ORGANISASI
KEMASYARAKATAN DI INDONESIA
secara sukarela itu mengandung nilai sejarah dan tercatat sebagai
aset bangsa yang penting bagi perjalanan bangsa dan negara,
hanya saja tampaknya pemerintah belum atau gagal menemukan
formulasi konstitusional yang tepat akan keberaadaan ormas
tersebut sehingga terabaikan untuk menetapkan persoalan
tersebut.
Materi muatan UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Ormas
terkait pemberian sanksi peringatan sampai pada pembubaran
ormas tanpa melalui mekanisme keberatan di pengadilan
bakal membahayakan pertumbuhan demokrasi. Pemerintah
berpotensi menyalahgunakan kekuasaan, khususnya mengancam
kebebasan berekspresi, berkumpul dan berserikat. Meskipun
di bagian penjelasan UU Ormas merujuk Pasal 4 Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil
22
dan Politik , namun dinilai tidak
membedakan situasi darurat. Dalam Materi muatan UU
Nomor 16 Tahun 2017
aspek ketatanegaraan dibedakan tentang Ormas terkait
menjadi dua yakni staatsnoodrecht dan pemberian sanksi
noodstaatsrecht . Oleh karena itu kita peringatan sampai
23
dapat menilai dengan tanpa penjelasan pada pembubaran
kualifikasi situasi ini, pemerintah ormas tanpa melalui
dapat setiap saat menggunakan mekanisme keberatan
otoritasnya membubarkan Ormas. di pengadilan bakal
UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang membahayakan
Ormas memangkas proses hukum pertumbuhan
demokrasi.
yang mestinya ditempuh terlebih
dahulu, khususnya terhadap segala
22 Penjelasan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2017 tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyaratan, n.d
23 Danang Risdiarto. 2018. ‘Legalitas Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Pengaruhnya Bagi
Perkembangan Demokrasi Di Indonesia.’ Jurnal Legislasi Indonesia, 15(01), 59.
23