Page 111 - BUKU DUA - UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA 1950-1960
P. 111

SEABAD RAKYAT INDONESIA
                  BERPARLEMEN



                                                         Dalam sebuah kesempatan, Natsir mengatakan bahwa antara
                                                   Masyumi dengan DI/TII tidak memiliki kaitan satu sama lainnya
                                                   sambil menambahkan bahwa hal ini juga diyakini oleh Kartosuwirjo
                                                   yang melarang adanya partai Masyumi di wilayah yang dikuasainya.
                                                   Sementara itu, pernyataan lebih keras disampaikan oleh Isa Anshary
                                                   yang mengatakan bahwa setiap anggota Masyumi tidak diperbolehkan
                                                   rangkap keanggotaan di organisasi lain. Perkataan ini secara jelas
                                                   ditujukan kepada anggota Masyumi yang bersimpati terhadap DI/TII.
                                                   Lebih jauh, pernyataan ini adalah langkah yang dilakukan Masyumi
                                                   untuk menjauhkan tuduhan bahwa Masyumi sama dengan Di/TII.
                                                   Selanjutnya, Masyumi kerap melontarkan kecaman-kecaman terhadap
                                                   gerakan yang dilakukan oleh DI/TII.
                                                         Di sisi lain, berbeda dengan langkah politik yang dilakukan
                                                   oleh kabinet Natsir, tampaknya kabinet Sukiman lebih menyetujui
                                                   ide-ide pendekatan militer untuk menyelesaikan pemberontakan. Hal
                                                   ini terlihat dalam pernyataan yang disampaikan oleh Wakil Perdana
                                                   Menteri Suwirjo yang mengatakan bahwa kabinet akan melakukan cara
                                                   yang lebih tegas jika dibandingkan dengan kabinet Natsir. Menanggapi
                                                   pendekatan berbeda yang berbeda tersebut, Natsir mengatakan bahwa
                                                   tindakan yang dilakukan oleh kabinetnya didasarkan pada kebijakan
                                                   yang menganggap bahwa pemberontakan yang terjadi merupakan
                                                   masalah gerilya pada umumnya, sehingga menghendaki agar para
                                                   pemberontak tersebut mau menerima tawaran pemerintah untuk
                                                   menghentikan pemberontakan dan kembali ke masyarakat. Meski
                                                   demikian, Natsir mengatakan bahwa dirinya, “termasuk orang-orang
                  Di sisi lain, berbeda            yang turut mendoakan, mudah-mudahan lebih tegas itu akan berarti
                      dengan langkah               lebih berhasil.” 126
                                                         Diluar  keberhasilan  kabinet  Natsir  yang  dapat  meredam
               politik yang dilakukan              sementara gejolak perlawanan di Aceh , pendekatan militer memang
                                                                                      127
                  oleh kabinet Natsir,             digunakan selama upaya penumpasan DI/TII oleh Sukiman. Sebagai

                  tampaknya kabinet                contoh, dalam upaya menyelesaikan pemberontakan DI/TII Sulawesi
                         Sukiman lebih             Selatan, kabinet Natsir hampir mencapai kesepakatan dengan Kahar

                  menyetujui ide-ide               Muzakkar, pemimpin DI/TII Sulawesi Selatan ketika tawaran kepada
                   pendekatan militer              126  Harian Pedoman, tanggal 12 Mei 1951

               untuk menyelesaikan                 127  Pada bulan Januari 1951, Natsir berhasil mencapai kesepakatan dengan PUSA untuk pembentukan
                                                      provinsiAceh. Natsir mengatakan bahwa pembentukan provinsi Sumatera Utara tidak akan
                                                      menghalangi upaya pembentukan provinsi Aceh. Kesepakatan ini sukses menahan upaya
                      pemberontakan.                  pemberontakan yang dilakukan, meski pada tahun 1953, pemberontakan DI/TII Aceh akhirnya
                                                      benar-benar terjadi. Teungku Daud Beureu’eh, pemimpin pemberontakan Di/TII Aceh sendiri
                                                      sebenarnya telah menunjukkan upaya-upaya pembangkangan saat menolak jabatan yang
                                                      ditawarkan pemerintah sebagai penasehat di Kementerian Dalam Negeri. Lihat Boyd R. Compton,
                                                      ‘Daud Beureueh: Singa Aceh’ dan ‘Pemberontakan di Aceh’ dalam Kemelut Demokrasi Liberal
                                                      (Jakarta: LP3ES, 1993), hlm. 145-168



                                       dpr.go.id   108





         02 B BUKU 100 DPR BAB 3 CETAK.indd   108                                                                  11/19/19   1:14 PM
   106   107   108   109   110   111   112   113   114   115   116