Page 114 - BUKU DUA - UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA 1950-1960
P. 114
HUBUNGAN DPR DENGAN KABINET
NAT SIR (1950- 1951) D AN KABINET
SUKIMAN (1951 - 1952)
untuk pertama kalinya para pegawai negeri mendapatkan tunjangan
sebesar Rp 125 - Rp 200. Dengan segera aksi pemogokan dilakukan
oleh buruh yang sebagian besar berafiliasi dengan PKI. Pemogokan-
pemogokan ini dibarengi dengan tindakan-tindakan lain yang
mengakibatkan munculnya gangguan keamanan di berbagai tempat. Di
wilayah Jawa Tengah, diyakini terdapat beberapa tempat yang dijadikan
basis gerakan pengacau keamanan yang diduga terafiliasi dengan partai
komunis. Kemudian pada awal agustus di Bogor, terjadi pelemparan
granat yang mengakibatkan setidaknya 80 orang terluka. Menyusul
kemudian peristiwa penyerangan di sebuah pos polisi dekat pelabuhan
Tanjung Priok yang dilakukan sekelompok orang menggunakan lencana
palu-arit yang mengakibatkan tewasnya seorang anggota polisi. Hal ini
membuat pemerintah meyakini dan menuding PKI berada di belakang
aksi-aksi tersebut, yang lantas dibantah oleh PKI.
Bantahan yang Bantahan yang dilakukan PKI tidak membuat partai tersebut
dilakukan PKI tidak bebas dari masalah. Pada tanggal 11 Agustus 1951, para pemimpin
PKI di Medan ditangkap. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1951,
membuat partai dilakukan penangkapan terhadap tokoh-tokoh politik. 16 anggota
tersebut bebas dari parlemen ditangkap, sebagian besarnya adalah anggota PKI. Selain
masalah. Pada tanggal itu, dua anggota Partai Murba dan satu anggota Partai Buruh juga
tertangkap. Diantara nama-nama anggota parlemen yang tertangkap,
11 Agustus 1951, para terdapat nama Abdullah Aidit, anggota parlemen dari PRN yang juga
pemimpin PKI di ayah DN. Aidit, salah satu tokoh muda PKI. Peristiwa ini kemudian
129
Medan ditangkap. dikenal sebagai Razia Agustus. Pada akhirnya, peristiwa ini menjadi
salah satu penanda buruknya hubungan antara Masyumi dengan PKI
dalam masa-masa penerapan demokrasi liberal.
Penangkapan terhadap pimpinan PKI dan organisasi yang
berafiliasi dengan PKI menempatkan Sukiman dalam posisi yang
sulit. Muncul interpelasi yang diajukan oleh anggota PSI, Tan Po Goan
berkaitan dengan peristiwa penangkapan tersebut. Para pimpinan
militer yang tidak dilibatkan dalam pembicaraan seputar penangkapan
tersebut, menolak untuk memberikan dukungannya terhadap
penangkapan tersebut, yang oleh Sukiman diharapkan dapat diperoleh
legitimasi tindakannya berdasarkan UU Perang saat itu. Sementara
kepala kejaksaan, Suprapto, juga gagal menemukan dasar legitimasi
penangkapan yang dilakukan pemerintah. Pada akhirnya, Sukiman
beralasan bahwa tindakan yang diambil pemerintah disebabkan
kondisi darurat yang terjadi. Interpelasi yang diajukan oleh Tan Po
Goan kemudian dibahas oleh parlemen dan menghasilkan sebuah
129 Ibid, hal 189
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 111
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
02 B BUKU 100 DPR BAB 3 CETAK.indd 111 11/19/19 1:14 PM