Page 133 - BUKU DUA - UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA 1950-1960
P. 133

SEABAD RAKYAT INDONESIA
                  BERPARLEMEN



                                                   1950-an, Indonesia dicirikan oleh bentuk ketiga, yaitu perebutan
                                                   kekuasaan politik yang tak kunjung usai.  Di dalam kondisi ini, negara
                                                                                        148
                                                   menjadi arena pertarungan kepentingan politik yang membatasi
                                                   profesionalisme birokrasi. Selain itu, politik digadang-gadang sebagai
                                                   panglima dan politisasi memasuki hampir seluruh ranah kebijakan
                                                   publik yang diterapkan pada periode tersebut. 149
                                                         Memasuki tahun 1952, Kabinet Sukiman, kabinet kedua yang
                                                   berdiri di masa Demokrasi Parlementer, jatuh setelah diterpa isu
                                                   Mutual Security Act antara pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat.
                                                   Isu tersebut adalah hal yang paling menentukan kejatuhan kabinet
                                                   tersebut. Berbeda dengan pendahulunya, kabinet Sukiman yang secara
                                                   resmi disebut kabinet koalisi, kuat dalam dukungan parlemen. Hal
                                                   tersebut juga didukung dengan fakta bahwa kabinet tersebut lebih
                                                   mampu bekerja sama dengan Presiden Sukarno, tetapi di sisi lain itu
                                                   lemah karena perpecahan dalam jajarannya. Perpecahan ini dibuktikan
                                                   pada bulan-bulan awal masa pemerintahan kabinet, dalam serangkaian
                                                   kebijakan zigzag pada pembekuan dewan regional yang sudah mapan,
                                                   pembebasan tahanan politik yang diadakan di bawah peraturan darurat
                                                   militer, dan embargo PBB terhadap ekspor bahan strategis ke China.
                                                   Pengaruhnya juga harus dilihat dalam pengeluaran yang berlebihan
                                                   dan perlu dikurangi, contohnya adalah pengiriman delegasi dalam
                                                   jumlah yang sangat besar untuk menghadiri konferensi luar negeri.
                                                         Setelah Kabinet Sukiman berakhir, kemudian pemerintahan
                                                   dilanjutkan oleh Kabinet Wilopo. Sebagai Perdana Menteri, Wilopo
                      Memasuki tahun               mengemban tugas penting untuk meneruskan proses berbangsa dan
                          1952, Kabinet            bernegara berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 85 Tahun 1952

                     Sukiman, kabinet              tanggal 1 April 1952. Kabinet Wilopo adalah periode penting di dalam
                   kedua yang berdiri              sejarah politik Indonesia, serta menjadi titik balik pemerintahan di
                                                   Indonesia dalam periode pasca-revolusi.  Kabinet Wilopo adalah
                                                                                          150
                  di masa Demokrasi                kabinet terakhir bagi sistem pemerintahan Indonesia yang menerima
                   Parlementer, jatuh              sistem parlementer ala Barat dengan sesungguhnya. Pada periode

                    setelah diterpa isu            tersebut, pertikaian politik yang terjadi antara kelompok Islam
                  Mutual Security Act              (Masyumi) dan partai nasionalis yang sekuler, secara tidak langsung
                                                   melemahkan posisi parlemen. Pada masa Kabinet Wilopo pula
                   antara pemerintah               polarisasi elit-elit politik terpolarisasi menjadi apa yang dikenal dengan
                         Indonesia dan             solidarity maker (kepemimpinan politis) dan administrator (teknokrat).

                       Amerika Serikat.            148  Taufik Abdullah, (2009), Indonesia Towards Democracy, Singapore: Institute of South East Asian
                                                      Studies, h. 251-9
                                                   149  Herbert Feith, (2009), The Wilopo Cabinet, 1952-1953: A Turning Point in Post-Revolutionary
                                                      Indonesia. Equinox Publishing, h. 22.
                                                   150  Ibid., h. 26.



                                       dpr.go.id   132





         02 B BUKU 100 DPR BAB 4 CETAK.indd   132                                                                  11/19/19   10:47 AM
   128   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138