Page 152 - BUKU DUA - UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA 1950-1960
P. 152
PARLEMEN D ALAM PER ALIHAN
DEWAN PER WAKILAN R AKYAT 1952 – 1954
DPR menganggap bahwa Kabinet Wilopo merupakan kabinet yang
mengedepankan nilai-nilai parlementer serta hak-hak demokrasi.
Secara umum, partai-partai yang eksis pada masa tersebut masih jauh
dari karakter disiplin. Kontrol yang dilakukan oleh pucuk pimpinan
168
partai tidak bisa menjangkau ke berbagai wilayah yang jauh dari pusat
kekuasaan.
Sebenarnya, DPR memiliki beberapa kewenangan yang diperoleh
dari sistem pemerintahan. Akan tetapi, kewenangan DPR pada masa itu
masih dibayangi oleh kekuatan Presiden yang ‘absolut’. Sesuai dengan
Pasal 84 UUDS 1950,
“Presiden berhak membubarkan Dewan
Perwakilan Rakjat. Keputusan Presiden jang
Kuasa Presiden menjatakan pembubaran itu, memerintahkan pula
juga dilandasi untuk mengadakan pemilihan Dewan Perwakilan
Rakjat baru dalam 30 hari.”
oleh aturan lain
yang memperkuat Kuasa Presiden juga dilandasi oleh aturan lain yang memperkuat
posisinya. Sesuai posisinya. Sesuai dengan Pasal 83 UUDS 1950, keputusan Presiden
dengan Pasal tidak dapat diganggu gugat. Selain itu, berbagai usulan perundang-
undangan yang diajikan oleh pemerintah kepada DPR, harus mendapat
83 UUDS 1950, pengesahan dari Presiden. Hal ini juga mengindikasikan bahwa DPR
keputusan Presiden masih berada di bayang-bayangi oleh kharisma dan kontrol ketat
tidak dapat diganggu Presiden.
gugat. Sementara itu, Wilopo yang tidak ingin dinilai atau ditafsirkan
memberikan harapan palsu, makai a berupaya mengakomodir semua
“kepentingan” yang ada. Sikap ini antara lain terlihat, pertama, sewaktu
dia memperkenalkan kabinetnya pada tanggal 9 Mei 1952 dan kedua,
sewaktu dia menjawab pertanyaan dan kritik dari para anggota
parlemen pada tanggal 3 dan 19 Juni 1952. Karena itu tidak banyak
program baru dari pernyataan Wilopo, baik sewaktu membentuk
formatur kabinet, maupun dalam dari pernyataannya selaku Perdana
Menteri. Kebijakan yang digariskannya merupakan kebijakan lama
— sebuah fakta yang dianggap tidak progresif oleh sejumlah orang
yang mengharapkan perubahan radikal dari kabinet “generasi muda”
(berisi banyak politisi muda). Pernyataan Wilopo hampir sama dengan
pernyataan Natsir.
168 Daniel Lev, 1967, Political Parties in Indonesia, Journal of Southeast Asian History, 8(1), h. 59.
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 151
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
02 B BUKU 100 DPR BAB 4 CETAK.indd 151 11/19/19 10:47 AM