Page 187 - BUKU DUA - UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA 1950-1960
P. 187
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
Semenjak masa pemerintahan Kabinet Natsir pada tahun 1950,
Sumitro Djojohadikusumo ditunjukan sebagai Menteri Perindustrian
dan Perdagangan. Secara intens, ia melakukan pembahasan rencana
perbaikan perekonomian di dalam rapat-rapat di dalam kabinet.
Terdapat banyak polemik yang menjadi topik pembahasan pada
masa itu yang menimbulkan banyak perdebatan. Dalam hal tersebut,
Sumitro memberikan solusi konkret terkait kebijakan perekonomian.
Ia menawarkan paket kebijakan yang dikenal dengan RUP (Rencana
Urgensi Perekonomian). Kebijakan ini adalah salah satu dari kebijakan
awal yang diterapkan oleh pemerintah Republik Indonesia dalam
upaya untuk mendorong pembangunan industri yang berkelanjutan.
Di dalam proses pembangunan ini, industry diposisikan sebagai tulang
punggung yang menopang serta menggerakkan perekonomian negara.
RUP adalah landasan awal yang menjadi pedoman untuk penerapan
PMA (Penanaman Modal Asing). Meskipun demikian, RUP juga
memberikan ruang untuk perkembangan industri kecil dan menengah
pada saat itu. Fokus utama yang menjadi sasaran utama dari RUP adalah
industrialiasi yang berorientasi terhadap pengurangan ketergantungan
impor terhadap produk-produk vital yang berasal dari luar negeri.
Sebelumnya di masa pemerintahan Kabinet Natsir, susunan
kebijakan perekonomian masih memiliki kekurangan. Di dalam
keterangan Perdana Menteri tentang politik pemerintahan yang
dijalankan oleh pemerintahan Kabinet Natsir terkait perekonomian,
keuangan, dan buruh, rencana ekonomi dinilai masih berat sebelah
dengan adanya fokus terhadap produksi barang-barang ataupun
komoditas agraris untuk diekspor. Perekonomian nasional yang
menjadi cita-cita bersama pada tahun awal-awal kemerdekaan
Republik Indonesia, kenyataannya masih jauh dari harapan.
Di dalam struktural perekonomian, cita-cita ekonomi nasional
Sebelumnya di juga masih jauh dari harapan. Sebelum Perang Dunia Kedua hanya 19
masa pemerintahan persen dari modal non-pertanian dimiliki oleh orang Indonesia asli,
187
Kabinet Natsir, sementara 52 persen dipegang oleh kepentingan Belanda. Pertanian
susunan kebijakan adalah satu-satunya wilayah di mana kepemilikan sumber daya
Indonesia sangat penting, dan sebagian besar penduduk Indonesia
perekonomian sebenarnya adalah petani kecil. Para petani mungkin merasakan
masih memiliki kebahagiaan dan kemakmuran, tetapi tidak mungkin menunjukkan
kekurangan. akumulasi modal yang cepat. Alasan untuk ini dapat ditemukan dalam
187 Hans Schmitt, (1962), Foreign Capital and Social Conflict in Indonesia, 1950-1958, Economic
Development and Cultural Change, 10(3), h. 285.
dpr.go.id 186
02 B BUKU 100 DPR BAB 4 CETAK.indd 186 11/19/19 10:48 AM