Page 218 - BUKU DUA - UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA 1950-1960
P. 218
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
5.1.3. DPR dan Politik Luar Negeri Bebas
Aktif
Pentingnya menjaga kebijakan luar negeri agar berada dalam
koridor politik luar negeri bebas dan aktif menjadi bagian dari peran
DPR sebagai mitra pemerintah. Demikian yang dijalankan DPR hasil
pemilu dalam mengkritisi setiap tindakan dan kebijakan pemerintah
dalam berhubungan dengan negara lain. Sebagai contoh ketika
pemerintah merencanakan mengajukan pinjaman dari Uni Soviet.
Dalam rapat lengkap DPR pada tahun 1958, tanggal 22 Januari
1958 dibahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang pinjaman
Republik Indonesia dari Uni Soviet (URSS). Sidang ini diketuai oleh
Haji Zainul Abidin Ahmad (Wakil ketua III DPR), dan dihadiri oleh
wakil-wakil dari pemerintah yakni, Dr. Subandrio (Menlu) dan Mr.
Sutikno Slamet (Menkeu). Rapat itu ditujukan untuk membahas
rancangan UU tentang pinjaman dari Uni Soviet senilai USD 100 Juta
kepada Indonesia. Faktor ekonomi-politis hingga geopolitik dibahas
dalam rapat ini. Syarat perjanjian yang ringan dan menguntungkan
Indonesia menjadi salah satu pertimbangan perlunya DPR menyetujui
rancangan ini untuk disahkan menjadi UU. Diantaranya adalah bunga
sebesar 2 ½ persen, dan pembayaran cicilan dilakukan 3 tahun setelah
pencairan pinjaman.
Anggota Parlemen Anggota Parlemen Djodi Gondokusumo mengatakan bahwa
Djodi Gondokusumo syarat ini lebih ringan dari pinjaman yang diberikan Eximbank, yakni
mengatakan bahwa bunganya sebesar 3½ persen dan pembayaran cicilan pertama harus
dilakukan sebulan setelah pencairan hutang. Bagi bangsa Indonesia
syarat ini lebih ringan
yang sedang menata ekonomi ini merupakan syarat yang berat.
dari pinjaman yang Sementara itu Ny. Soepeni dari PNI menyatakan bahwa injaman
diberikan Eximbank, harus sesuai dengan politik luar negeri yang bebas aktif. Dalam
yakni bunganya paparannya, Soepeni menyatakan bahwa:
Indonesia selalu mendasarkan politiknja atas kepentingan negara
sebesar 3½ persen
dan rakjat Indonesia sendiri, dengan tidak menolak untuk mengadakan
dan pembayaran hubungan persahabatan dengan negara manapun jang mau bersahabat
cicilan pertama harus dengan kita atas dasar saling menghargai sebagai sesama bangsa.
dilakukan sebulan Ditilik dari susut itu, maka tiap-tiap melakukan pindjaman jang
mendjadi soal, bukannja dari mana kita pindjam, tetapi apakah dengan
setelah pencairan
pindjaman itu, kita berbuat untuk kepentingan Indonesia, ataukah lebih
hutang. banjak menguntungkan negara jang memindjamkan. 223
223 1958, hlm.34.
dpr.go.id 218
02 B BUKU 100 DPR BAB 5 CETAK.indd 218 11/19/19 1:10 PM