Page 30 - BUKU DUA - UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA 1950-1960
P. 30
DPR RIS D ALAM UPAYA
MEMB ANGUN NEGAR A FEDER AL
akan bersifat demokratis. Negara-negara bagian yang baru dibentuk
memerlukan pengakuan sebagaimana termaktub dalam UU Federal.
Peraturan tata negara dari negara-negara bagian itu tidak dapat
berlaku sebelum ditinjau terlebih dahulu oleh Pemerintah federal.
Sedangkan penyelenggaraan pemerintahan dari daerah-daerah di luar
teritorial suatu daerah bagian, begitu pula dari distrik federal Jakarta,
akan dijalankan oleh badan-badan RIS. Atas permintaan negara-negara
bagian, maka RIS dapat meminta pinjaman-pinjaman dari luar negeri
untuk negara bagian tersebut, sedangkan pinjaman-pinjaman dari
dalam negeri untuk keperluan negara-negara bagian tersebut harus
pula memperoleh persetujuan RIS lebih dahulu.
Undang-undang Sementara memuat ketentuan bahwa angkatan
perang RIS (APRIS) akan terdiri dari tantara sukarela (vrijwiligers) dan
orang-orang yang diwajibkan untuk masuk dinas militer atau wajib
militer (dienstplichtigen). Presiden RIS adalah panglima tertinggi APRIS,
tetapi bila perlu Pemerintah dapat mengangkat seorang panglima
Undang-undang besar umum, untuk jabatan mana dapat ditunjuk Menteri pertahanan.
Sementara memuat Sebagai catatan, pihak Tentara Nasional Indonesia (TNI) di bawah
pimpinan panglima Besar Jenderal Sudirman, secara tegas menyatakan
ketentuan bahwa bahwa TNI akan menjadi inti dari APRIS. Tuntutan itu secara konsisten
angkatan perang RIS terus dipegang oleh pihak TNI, termasuk nanti di forum KMB. Kolonel
(APRIS) akan terdiri T.B. Simatupang yang menjadi salah satu anggota delegasi RI secara
dari tantara sukarela gigih menentang kehendak delegasi Belanda yang menghendaki
tantara KNIL yang menjadi inti APRIS. Akhirnya perjuangan Simatupang
(vrijwiligers) dan berhasil menjadikan TNI sebagai inti pembentukan APRIS. 11
orang-orang yang
diwajibkan untuk 2.1.2. Jalan Menuju Terbentuknya RIS
masuk dinas militer Seperti telah diungkapkan pada jilid pertama, Konferensi Meja
atau wajib militer Bundar (KMB) berlangsung sejak 23 Agustus 1949 dan berakhir secara
resmi pada 2 November 1949. Naskah kesepakatan KMB kemudian
(dienstplichtigen). dibawa oleh ketiga delegasi yang nantinya diserahkan kepada DPR atau
Parlemen negaranya masing-masing untuk disahkan atau diratifikasi.
Masing-masing DPR atau Parlemen hanya diminta persetujuannya atau
penolakannya terhadap hasil KMB tersebut. Hal itu dapat dimengerti
karena KMB menetapkan pula bahwa pelaksanaan penyerahan
kedaulatan, selambat-lambatnya sudah terlaksana sebelum tanggal
30 Desember 1949, sehingga ada semacam fait accompli yang
11 M.C. Rickleft, 2005. Sejarah Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi, hal. 465. dan lihat
pula George McTurnan Kahin, 1970. Nationalism and Revolution in Indonesia. Ithaca and London:
Cornell University Press, hal. 433-445
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 25
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
02 B BUKU 100 DPR BAB 2 CETAK.indd 25 11/19/19 10:01 AM