Page 92 - BUKU DUA - UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA 1950-1960
P. 92
HUBUNGAN DPR DENGAN KABINET
NAT SIR (1950- 1951) D AN KABINET
SUKIMAN (1951 - 1952)
Drees. PNI cabang Bandung mengusulkan agar segala bentuk hubungan
Indonesia-Belanda diputus jika Irian Barat tidak diserahkan sampai
27 Desember 1950. Pernyataan keras juga dikeluarkan Bung Tomo,
pemimpin Partai Rakyat Indonesia (PARI) yang juga merupakan
tokoh peristiwa 10 November 1945 yang mengatakan partainya akan
melakukan aksi boikot ekonomi terhadap kepentingan Belanda Irian
tidak diserahkan setelah tanggal 27 Desember.
Pernyataan ini menimbulkan pro-kontra. Masyumi, PSI,
dan Wakil Presiden Mohammad Hatta mengecam rencana boikot.
Sedangkan kabinet Natsir menegaskan tidak akan mentoleransi
upaya boikot dan mengatakan pendapat Bung Tomo tersebut dapat
menimbulkan kekhawatiran dan ketakutan dari warga Belanda serta
bangsa Eropa lainnya yang berada di Indonesia. Sementara itu, sikap
berbeda ditunjukkan oleh partai oposisi. PNI melalui ketua umumnya,
menyatakan mendukung rencana boikot tersebut selama upaya boikot
yang dilakukan tidak menimbulkan aksi-aksi ekstrim yang dapat
berujung pada lahirnya kerusuhan. PKI tidak memberikan komentar
terkait pendapat Bung Tomo tersebut.
Presiden Sukarno sendiri tampaknya setuju dengan sikap keras
beberapa kelompok di Indonesia dalam menghadapi Belanda. Sukarno
menganggap pemerintah Indonesia harus memberi prioritas lebih
Presiden Sukarno meski terdapat kepentingan ekonomi Belanda di Indonesia. Ketua
sendiri tampaknya DPRS, Sartono, memberi pendapat senada dalam satu kesempatan
setuju dengan sikap di awal November 1950. Sartono merasa optimis pemerintah Belanda
akan mau memenuhi tuntutan Indonesia dalam masalah Irian sambil
keras beberapa menegaskan bahwa kepentingan ekonomi Belanda sesungguhnya
kelompok di bukan di Irian, melainkan Jawa dan Sumatera. Tampaknya, Sukarno
Indonesia dalam menemukan kesepahaman dengan sikap partai-partai oposisi yang
menghadapi bersikap lebih keras terhadap Belanda ketimbang pemerintahan Natsir.
Perundingan bilateral Indonesia-Belanda dimulai pada awal
Belanda. Desember 1950 dan bertempat di negeri Belanda. Delegasi Indonesia
dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Mohammad Roem. Indonesia
mengusulkan agar Belanda mau menerima kedaulatan Indonesia atas
Irian Barat pada tanggal 27 Desember 1950, tepat satu tahun setelah
penandatanganan KMB, dan secara bertahap pemerintahan di Irian
Barat akan diserahkan pada pertengahan tahun 1951. Kemudian, pada
tanggal 11 Desember 1950, pemerintah Indonesia menyampaikan usulan
kepada pemerintah Belanda yang berisi tujuh poin.
Pertama, dalam kerja sama ekonomi, pemerintah mengakui hak
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 89
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
02 B BUKU 100 DPR BAB 3 CETAK.indd 89 11/19/19 1:14 PM