Page 94 - BUKU DUA - UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA 1950-1960
P. 94
HUBUNGAN DPR DENGAN KABINET
NAT SIR (1950- 1951) D AN KABINET
SUKIMAN (1951 - 1952)
setelahnya. Belanda mengusulkan agar kedaulatan Irian Barat
diserahkan kepada Uni Indonesia-Belanda dan pemerintahan di
Irian Barat dipegang Belanda. Kedua, meminta bantuan UNCI dalam
perundingan-perundingan Indonesia-Belanda. Kedua usul ini ditolak
oleh Indonesia. Perundingan mengalami kebuntuan dan pada akhirnya
gagal menyepakati usulan apapun terkait Irian Barat.
Segera setelah gagalnya upaya perundingan Indonesia-Belanda,
Natsir berupaya mencegah memburuknya hubungan diantara
kedua negara. Sebaliknya, Presiden Sukarno berpendapat agar hasil
kesepakatan KMB dibatalkan dan perlu adanya tekanan terhadap segala
kepentingan ekonomi Belanda di Indonesia. Sukarno juga menyindir
perundingan-perundingan yang dilakukan antara Indonesia dan
Belanda yang tidak juga membuahkan hasil positif. Sukarno mengatakan
bahwa perundingan tidak berarti bagi Indonesia jika pemerintah tidak
mendesak Belanda untuk memenuhi tuntutan Indonesia atas Irian
Barat. Tampaknya ide Sukarno menemui kecocokan dengan sikap
PNI dan kelompok kiri di parlemen yang bersikap keras terhadap
Dalam upayanya Belanda. Namun Natsir dan jajaran menteri di kabinetnya menolak
upaya Sukarno tersebut.
membubarkan Perbedaan ini, bagaimanapun juga mengakibatkan memburuknya
Uni Indonesia- hubungan antara Natsir dengan Presiden Sukarno. Dalam upayanya
Belanda, Sukarno membubarkan Uni Indonesia-Belanda, Sukarno mendapatkan
mendapatkan tentangan dari sebagian besar anggota kabinet Natsir, hal yang
tentangan dari memancing kemarahan Sukarno. Alasan kabinet menolak keinginan
Sukarno adalah usulan pembubaran Uni Indonesia-Belanda harus
sebagian besar menunggu pertemuan para menteri kedua negara yang diselenggarakan
anggota kabinet di tahun 1951 dan atas kesepakatan kedua belah pihak, bukan keputusan
Natsir, hal yang satu pihak saja. Natsir juga mengingatkan Sukarno bahwa politik luar
negeri merupakan kewenangan pemerintah, dalam hal ini kabinet
memancing Natsir, bukan Sukarno sebagai kepala negara.
kemarahan Sukarno. Di dalam parlemen, desakan untuk mengakhiri Uni Indonesia-
Belanda muncul setelah kegagalan perundingan Indonesia-Belanda.
Desakan itu dikemukakan terutama oleh golongan kiri di parlemen,
diantaranya oleh Emon Bratawidjaja (Buruh) dan Werdojo. Sementara
Mr. Tambunan mengatakan bahwa perundingan lanjutan Indonesia-
Belanda hanya dapat dilakukan atas dasar penyerahan kedaulatan
di Irian Barat kepada Indonesia. Jika upaya tersebut gagal, maka
sikap Parkindo di parlemen adalah mendukung pembatalan Uni
Indonesia-Belanda.
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 91
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
02 B BUKU 100 DPR BAB 3 CETAK.indd 91 11/19/19 1:14 PM