Page 340 - BUKU SATU - DARI VOLKSRAAD KE KOMITE NASIONAL INDONESIA PUSAT 1918-1949
P. 340
K omite Nasional Indonesia Pusa t
1945 – 1949
pemerintah digarap oleh Wakil Presiden Hatta, Sekretaris Negara A.G.
Pringgodigdo, dan Amir Syarifuddin sendiri. Surat balasan pemerintah
itu berbentuk maklumat yang kemudian lebih terkenal dengan
Maklumat No. X (“Maklumat Eks”). 567
Maklumat No. X tidak memuat secara jelas tentang hak dan
kewajiban Badan Pekerja (BP). Hak dan kewajiban itu baru dijelaskan
empat hari kemudian oleh BP sendiri. Penjelasan itu dikeluarkan
pada tanggal 20 Oktober 1945, dengan keterangan bahwa kewajiban
BP adalah: (1) Turut menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN), yang berarti bahwa BP berkolaborasi dengan Presiden dalam
Penjelasan itu menetapkan GBHN; dan (2) Bersama-sama Presiden menetapkan UU.
juga menyebutkan Penjelasan pertama merupakan tugas MPR, sedangkan penjelasan
bahwa BP yang kedua merupakan tugas DPR. 568
Penjelasan itu juga menyebutkan bahwa BP yang bertugas atas
bertugas atas nama KNIP tidak lagi mengurus pekerjaan eksekutif. Kekuasaan BP
nama KNIP tidak akan berakhir setelah terbentuknya MPR dan DPR. Jika diperhatikan
lagi mengurus lebih lanjut, Maklumat No. X dan penjelasan yang diberikan kemudian
pekerjaan mengubah secara drastis makna pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945.
eksekutif. Dengan maklumat itu, kekuasaan Presiden dikurangi, sementara
kekuasaan KNIP yang sehari-hari dilaksanakan oleh BP berubah,
dari yang semula pembantu Presiden menjadi badan tersendiri yang
mempunyai kekuasaan legislatif. Maklumat No. X, yang kelahirannya
didorong oleh Sidang Pleno I KNIP, telah menjadikan KNIP sebagai
akar kelahiran MPR dan BP cikal bakal dari DPR. 569
Dengan Mosi Sukarni, Ketua KNIP yang lama, Kasman
Singodimejo secara sukarela mengundurkan diri, sehingga pimpinan
sidang untuk sementara dipegang oleh Latuharhary. Namun, masalah
pokok belum terjawab, yaitu: siapa yang akan memimpin BP, yang
sekaligus memimpin KNIP? Dalam kesempatan itu, Sukarni dan Ny.
Mangunsarkoro mengusulkan nama Syahrir, yang sebelumnya memang
sudah bersedia menjadi PM, tetapi bukan Ketua KNIP. Sidang kemudian
memilih Syahrir dan Amir Syarifuddin untuk menjadi formatur dalam
menyusun komposisi dan personalia BP.
Sidang hari kedua yang berlangsung pada tanggal 17 Oktober
1945 tidak lagi dipimpin oleh Kasman yang sudah mengundurkan diri,
tetapi oleh Latuharhary yang merupakan Wakil Ketua II. Seperti di
567 Ibid., hlm. 86-87
568 Ibid., hlm. 87-88
569 Ibid., hlm. 88-89
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 339
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018
A BUKU SATU DPR 100 BAB 05 CETAK.indd 339 11/18/19 4:52 AM