Page 112 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 112
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
waktu sepuluh menit dan tidak diadakan perdebatan. Apabila
seorang pembicara menyimpang dari pokok pembicaraan, Ketua
memperingatkan dan meminta supaya pembicara kembali kepada
pokok pembicaraan. Apabila seorang pembicara dalam rapat
mempergunakan perkataan-perkataan yang tidak layak, mengganggu
ketertiban atau menganjurkan untuk melakukan perbuatan-perbuatan
yang tidak sah, Ketua bisa memberi peringatan agar pembicara tertib.
Dalam hal demikian Ketua memberi kesempatan kepada pembicara
yang bersangkutan untuk menarik kembali perkataan-perkataan yang
menyebabkan ia diberi peringatan. Jika ia mempergunakan kesempatan
ini, perkataan-perkataan tersebut tidak dibuat dalam risalah resmi
tentang perundingan itu, karena dianggap sebagai tidak diucapkan.
Namun, apabila seorang pembicara tidak memenuhi peringatan Ketua
atau mengulangi pelanggaran atas ketentuan tersebut, Ketua dapat
melarangnya meneruskan pembicaraan. Jika dianggap perlu, Ketua
dapat melarang pembicara tersebut untuk terus menghadiri rapat
mengenai persoalan yang sedang dibicarakan.
Jika anggota yang bersangkutan tidak dapat menerima
Jika anggota keputusan Ketua, ia dapat mengajukan persoalannya kepada rapat.
yang bersangkutan Untuk itu ia diperbolehkan berbicara paling lama sepuluh menit dan
tidak dapat tanpa perdebatan untuk kemudian langsung diambil keputusan. Bila
peringatan telah mencapai dua kali, Ketua dapat meminta anggota
menerima yang melakukan pelanggaran untuk segera keluar dari ruang sidang
keputusan Ketua, ia DPR-GR. Jika anggota tersebut masih memasuki ruang sidang DPR-GR,
dapat mengajukan Ketua wajib memerintahkan anggota tersebut untuk meninggalkan
persoalannya ruang sidang. Apabila tetap tidak mengindahkan perintah tersebut,
anggota tersebut dapat dikeluarkan dengan paksa atas perintah Ketua.
kepada rapat. Bila dianggap perlu, Ketua bisa menunda rapat dengan lama
penundaan tidak boleh melebihi waktu dua belas jam.
Pembicaraan tentang usulan RUU dilakukan dalam dua bagian
(1) pemandangan umum mengenai RUU seluruhnya; (2) pembicaraan
pasal demi pasal RUU. Pada pemandangan umum tentang suatu
pokok pembicaraan hanya dibicarakan tujuan umum dan garis besar
pokok pembicaraan itu. Jika perlu DPR-GR dapat juga mengadakan
perundingan tersendiri mengenai bagian-bagian dari sesuatu pokok
pembicaraan. Pembicaraan pasal demi pasal dilakukan dengan
membicarakan usulan-usulan amandemen dari setiap pasal yang
dibicarakan, kecuali jika isinya berhubungan dengan pasal-pasal lain
atau usulan amandemen itu memerlukan aturan lain. Jika sesuatu
dpr.go.id 106