Page 15 - BUKU TIGA - WAJAH BARU PARLEMEN INDONESIA 1959-1966
P. 15
PEND AHUL U AN
yang dituangkan dalam Konsepsi Presiden 1957 kurang mendapat
dukungan dari partai politik yang ada. Hal tersebut justru memunculkan
polemik yang melanda seluruh elemen bangsa Indonesia. Kondisi ini
disikapi Presiden Soekarno dengan mengambil alih kepemimpinan
negara melalui pernyataan darurat demokrasi. Hal tersebut tidak
terlepas dari kondisi demokrasi yang diharapkan berjalan sesuai
dengan rencana justru berubah menjadi tidak terkendali. Presiden
Soekarno lebih jauh menegaskan bahwa demokrasi tanpa disiplin dan
tanpa pimpinan tidak cocok dengan kepribadian rakyat Indoensia.
Jan Hendrik Menurut Presiden Soekarno, demokrasi demokrasi yang berkeadilan
sosial, demokrasi yang berdisiplin, yang sesuai dengan gaya hidup
Malefijt, pengganti bangsa Indonesia, gotong royong dan demokrasi met leiderschap,
Fock, mengusulkan bukan demokrasi yang mendewa-dewakan kebebasan, yaitu demokrasi
pendirian Dewan yang asal mengeluarkan pendapat tanpa terkontrol. Demokrasi yang
11
Kolonial (Koloniaal cocok tersebut kemudian dikenal dengan Demokrasi Terpimpin.
Situasi sosial politik yang makin rumit, yaitu munculnya konflik-
Raad) yang konflik sosial di daerah yang tidak kunjung reda, seperti PRRI, Permesta
beranggotakan DI/TII, ditambah dengan polemik yang muncul di Dewan Konstituante
29 orang. yang belum berhasil menyelesaikan tugasnya, mendorong Presiden
Soekarno dengan dukungan dari TNI untuk mengambil keputusan
menetapkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berisi sebagi berikut.
1. Pembubaran Dewan Konstituante
2. Berlaku kembali Undang-Undang dasar 1945 dan tidak
berlakunya kembali Undang-undang Dasar Sementara 1950;
3. Pembentukan MPRS dan DPAS.
Penetapan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 menandakan sistuasi
sosial politik Indonesia sudah mengarah ke alam Demokrasi Terpimpin.
Setelah penetapan Dekrit Presiden, Indonesia sudah menanggalkan
demokrasi liberal a la Barat dan masuk ke dalam Demokrasi Terpimpin.
12
Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden karena
kondisi ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan
keselamatan bangsa Indonesia, serta merintangi pembangunan
semesta untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. Di sisi lain,
Dewan Konstituante dianggap gagal melaksanakan tugasnya sehingga
dibubarkan. Kegagalan tersebut terjadi karena konstituante tidak
11 Anhar Gonggong, Musa Asy’ari (eds), 60 tahun Sketsa Perjalanan Bangsa Berdemokrasi, Jakarta:
Kominfo, 2005. Hlm.72-73
12 Anhar Gonggong, Musa Asy’ari (eds), 60 tahun Sketsa Perjalanan Bangsa Berdemokrasi, Jakarta:
Kominfo, 2005. Hlm.74-75
SEJARAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 7
REPUBLIK INDONESIA 1918 – 2018