Page 174 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 174

SEABAD RAKYAT INDONESIA
                  BERPARLEMEN





















                                     Keterangan:
                          polemik RUU Perkawinan
                          mewarnai berbagai media
                      massa nasional maupun lokal.
                         Gambar di atas merupakan
                              pidato pemandangan
                            umum fraksi Persatuan
                                   Pembangunan.

                          Harian Abadi 29 September 1973.
                                                         FPP sependapat tentang perlunya suatu hukum nasional,
                                                   tapl tidak setuju bila cara pembentukan hukum nasional itu dengan
                                                   menasionalisasikan hukum yang asing bagi rakyat Indonesia.
                                                   Perlindungan kepada kedudukan kaum ibu/wanita seperti diatur
                                                   dalam. RUU Perkawinan dari Pemerintah ini, justru mempersulit
                                                   kedudukan kaum wanita itu sendiri bahkan menjadi beban berat bagi
                                                   wanita. Sebagai contoh dalam pasal 12 RUU disebutkan seorang janda
                                                   baru boleh kawin sesudah 306 hari hampir satu tahun), sedangkan
                                                   putusnya perkawinan itu bukan dari kesalahannya sendiri.
                                                         Contoh lain disebutkan oleh FPP ialah pasal 13 RUU mengenai
                                                   perkawinan dapat didahului oleh pertunangan. Bila bertunangan
                                                   mengakibatkan kehamilan, maka pihak pria diharuskan kawin dengan
                                                   wanita itu, Jika disetujui pihak wanita. Apabila pertunangan dibatalkan
                                                   maka pihak yang bersalah diwajibkan memikul akibatnya, apabila
                                                   ada pemberian tanda pengikat/atau pengeluaran untuk persiapan
                                                   perkawinan. Menurut FPP pengaturan pertunangan dan akibatnya yang
                                                   demikian itu, jelas tidak menjunjung tinggi martabat dan harkat wanita,
                                                   malahan justeru sebaliknya merendahkan derajat kaum wanita, sebab
                                                   hal itu dapat diartikan adanya perlindungan hukum bagi siapapun
                                                   yang akan melakukan pergaulan bebas, sebagai masa percobaan bagi
                                                   perkawinan.
                                                         FPP juga melihat bahwa dalam RUU Perkawinan yang diajukan
                                                   Pemerintah, pada beberapa pasal menyangkut aspek kewanitaan, telah





                                       dpr.go.id   168





         Bab III.indd   168                                                                                         11/21/19   18:10
   169   170   171   172   173   174   175   176   177   178   179