Page 469 - BUKU EMPAT - DPR RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA 1967-1997
P. 469
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
dalam menjawab tantangan masa mendatang dalam mengantisipasi
kecenderungan masalah kesehatan yang semakin kompleks dan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi masa mendatang.
Suatu hal yang positif dalam RUU Kesehatan adalah perluasan
definisi kesehatan yang juga mencakup krmampuan seseorang untuk
dapat hidup produktif baik secara social maupun ekonomis. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa tujuan pembangunan kesehatan di Indonesia
tidak hanya untuk meningkatkan kesehatan individu, tetapi juga
meningkatkan kemanfaatan individu itu bagi keluarga dan masyarakatnya.
Dengan adanya kewajiban setiap orang untuk ikut serta dalam menjaga
kesehatan maka membuka peluang bagi Pemerintah untuk mengatur agar
perilaku tidak sehat dari seorang individu tidak sampai membahayakan
bagi kesehatan orang lain. Secara operasional hal ini dapat menjadi dasar
hukum bagi Pemerintah untuk misalnya melarang orang merokok di
FPP mengusulkan tempat umum atau melarang orang merusak kesehatan lingkungan. 307
perombakan yang Selama proses pembahasan Dewan Pansus, terdapat diskursus
lebih tegas sehingga antara pemerintah dan fraksi-fraski karena kedua belah pihak
berbunyi bahwa memiliki pandangan berbeda tentang muatan dalam RUU, khususnya
mengenai pengguguran kandungan”. Fraksi ABRI (dr. Taherinoor,
pengguguran itu MA) mengusulkan substansi “Pengguguran Kandungan” dalam pasal
pada hakekatnya 11 RUU diganti istilah “Penghentian Kehamilan”. Istilah “Penguguran
dilarang, tetapi Kandungan” sudah diatur dalam KUHP pasal 346, 347, 348, 349, yaitu
dikecualikan diklasifikasikan sebagai “abortus Provocatus Criminalis”, sedangkan
terhadap kasus- yang diatur dalam Undang-undang Kesehatan adalah “Abortus
kasus tertentu,.. Provocatus Medicinalis” 308
FPP yang diwakili oleh H. Koensholehuddin menilai bahwa
pengguguran yang disalahgunakan oleh masyarakat diawali oleh suatu
perbuatan yang melanggar nilai-nilai agama dan pengguguran dianggap
suatu jalan keluar untuk membersihkan diri dari perbuatannya. Oleh
karena itu, FPP mengusulkan perombakan yang lebih tegas sehingga
berbunyi bahwa pengguguran itu pada hakekatnya dilarang, tetapi
dikecualikan terhadap kasus-kasus tertentu, terutama keadaan
darurat demi pertimbangan keselamatan Ibu atau Anak sepanjang
tidak bertentangan dengan Agama. Sementara itu, FKP yang diwakili
oleh Dr. H. Yuliddin Away memilih untuk menghapus pasal 11 ayat
(1) dan (2) tentang pengguguran kandungan” karena berpadanan
dengan membunuh janin hidup. FPDI melalui juru bicaranya, Sardjito
307 “Undang-Undang kesehatan, Yang Positif dan Yang Kurang Pas”, Kompas, 12 September 1992,
hlm 4
308 “UU Kesehatan dan Rekriminalisasi Abortus”, Kompas, 12 September 1992, hlm 6.
dpr.go.id 468
Bab VI CETAK.indd 468 25/11/2019 01:40:09