Page 137 - BUKU SEABAD RAKYAT INDONESIA BERPARLEMEN
P. 137
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
gota2nja harus terdiri dari semua partai, dan organisasi
berdasarkan perimbangan kekuatan jang ada dalam mas-
jarakat. Dengan melaksanakan Konsepsi gotong-rojong,
maka lenjaplah oposisi dalam D.P.R. Perbedaan2 pendapat
jang ada dalam D.P.R. haruslah digunakan untuk mentja-
ri perbaikan dan kemadjuan2, bukan untuk semata-mata
mendjatuhkan pemerintah jang ada.
3. Pembentukan Dewan Nasional. Anggota2 Dewan Nasional
terdiri dari golongan fungsionil dalam masjarakat. Tugas
utamanja adalah memberi nasehat kepada Kabinet, baik di-
minta maupun tidak diminta. Golongan fungsionil itu ada-
lah golongan buruh, golongan tani, golongan tjendikiawan,
pengusaha nasional, pemuda, wanita, angkatan ‘45, alim
ulama, Protestan-Katholik, orang jang membawakan sua-
ra daerah, kepala staf angkatan, kepala kepolisian, Djaksa
Agung dan beberapa Menteri.
4. Pembentukan Kabinet Kaki Empat. Konsepsi presiden itu
menghendaki membentuk Kabinet Kaki Empat, dimana
partai2 besar turut serta di dalamnja jaitu P.N.I., Masyumi,
N.U., dan P.K.I., jang maksudnja untuk mentjiptakan kego-
tong-rojongan nasional.
Konsepsi Presiden ini secara prinsip mengurangi kekuatan DPR ha-
sil pemilu 1955. Presiden Soekarno menilai bahwa berbagai persoalan
yang terjadi serta ketidakstabilan politik yang membahayakan kehi-
dupan bangsa dan negara itu bersumber dari sikap oposisi DPR yang
dianggapnya destruktif. Presiden mengaitkan hal itu dengan sistem
demokrasi liberal yang ditentangnya. Sebagai alternatif dari sistem itu,
Presiden mengusung konsep Demokrasi Terpimpin yang mengede-
pankan prinsip gotong-royong. Lalu gotong-royong itu, oleh Presiden
dimaknai dengan menetapkan wakil-wakil sesuai dengan perimbang-
an kekuatannya di masyarakat. Dari situlah tercetus istilah Kabinet
“Kaki Empat”, yang terdiri dari kekuatan empat partai utama pemenang
Pemilu 1955.
Sejak wacana Konsepsi Presiden dilancarkan sekitar tahun 1957, ada
beberapa tarik-ulur antara pemerintah dan Presiden dengan kekuat-
an di parlemen dan masyarakat. Wacana itu sendiri memunculkan ke-
khawatiran menguatnya kekuasaan Presiden dan matinya demokrasi.
130