Page 140 - BUKU SEABAD RAKYAT INDONESIA BERPARLEMEN
P. 140
UPAYA MENYATUKAN KEMBALI REPUBLIK INDONESIA
(1950-1960)
Selain kritik-kritik yang dilancarkan terkait de-
ngan pembentukan kabinet ini, Djuanda selaku
perdana menteri juga harus menghadapi berba-
gai persoalan, di antaranya masalah ketegangan Dewan Perjuangan
antara Presiden Soekarno dan Wakil Presiden mendeklarasikan
Moh. Hatta, ketika pada 1956 Hatta mengundur- berdirinya
kan diri dari kursi wakil presiden. Selain itu, mun-
culnya pergolakan daerah akibat ketimpangan Pemerintahan
antara pusat dan daerah, lalu masalah pengem- Revolusioner Republik
balian Irian Barat, yang juga belum dapat disele-
saikan kabinet-kabinet sebelumnya. Indonesia (PRRI)
pada 15 Februari
Pemberontakan PRRI-Permesta, yang terjadi
pada masa Kabinet Djuanda, tidak dapat 1958 di Bukittinggi.
terlepas dari sejumlah golongan oposisi dari PRRI didukung
Partai Masyumi dan PSI yang mulai terdesak
kedudukannya di pemerintah pusat. Bahkan oleh Permesta di
beberapa elite politik dari partai-partai tersebut Sulawesi Utara,
kemudian memilih bergabung dengan Dewan
Perjuangan bentukan panglima militer di daerah sehingga kemudian
bergolak. Bersama dengan para panglima yang pemberontakan ini
membangkang, para elite politik ini menuntut hak
otonomi daerah yang luas dalam sektor ekonomi. lebih dikenal dengan
nama PRRI-Permesta.
Atas dasar itulah kemudian mereka mengajukan
“Piagam Perjuangan Menyelamatkan
Negara”, yang isinya adalah mengusulkan
agar Mohammad Hatta dan Sri Sultan
Hamengkubuwono IX menjadi formatur kabinet
menggantikan Kabinet Djuanda, yang dianggap tidak sanggup
mengatasi ketegangan politik.
Dewan Perjuangan menuntut, jika keinginan atau usulan mereka tidak
diterima, mereka akan mengambil kebijakan sendiri dan menganggap
dirinya “terbebas dari wajib taat kepada Soekarno sebagai Kepala Ne-
gara”. Usul tersebut disampaikan kepada Presiden Soekarno, Perdana
Menteri Djuanda, Mohammad Hatta, Sultan Hamengkubuwono IX, dan
ketua parlemen. Tetapi usulan tersebut ditolak Djuanda.
Penolakan ini kemudian menimbulkan reaksi dari para pemberontak,
yaitu dengan mendirikan pemerintahan tandingan. Dewan Perjuangan
dpr.go.id 133