Page 228 - BUKU SEABAD RAKYAT INDONESIA BERPARLEMEN
P. 228
DPR-RI MASA ORDE BARU: MENGUATNYA PERAN NEGARA
(1967-1998)
PERAN DPR DAN MUNCULNYA KRITIK
TERHADAP ORDE BARU 1977-1982
Tampaknya ada semacam kekhawatiran, jika suara Golkar dalam pemilu
tidak penuh alias 100 persen, program kebijakan pemerintah Soeharto akan
terancam.
DALAM Pemilu 1977, Golkar menjadi peserta yang paling “tidak mam-
pu” mempertahankan bahkan meningkatkan persentase suara. Golkar
mengalami penurunan suara bila dibandingkan dengan hasil Pemilu
1971, sebesar 0,7 persen.
Dengan usaha Golkar yang sedemikian rupa dalam kampanye, dukung-
an yang dimilikinya, dan strategi politiknya, kurangnya 0,7 persen suara
Golkar dalam skala nasional dianggap sebagai kekalahan kelompok ini,
dan kemenangan PPP. Kekuatan kampanye PPP dan jumlah orang yang
menghadirinya dalam rapat-rapat umum partai Islam itu menunjukkan
kesolidan basis massa PPP. Dalam artian lain, bagi banyak orang, masa
depan PPP cerah, dan Golkar sebaliknya, suram di masa depan.
Gagasan untuk mengendalikan kekuatan ideologis yang terkonsentrasi
dalam tubuh partai-partai politik di kemudian hari tertuang ke dalam
program penyederhanaan partai (fusi partai-partai politik) yang dima-
inkan pemerintah Soeharto. Rencana penyederhanaan partai politik
terbagi atas tiga tahap.
Presiden Soeharto sedang
berpidato di depan sidang
Pertama, pengelompokan identitas partai politik seperti kelompok na- DPR-GR.
sionalis, spiritualis, dan karya. Kedua, pembentukan fraksi di parlemen
menjadi empat, yaitu Fraksi ABRI, Golkar, Persatuan Pembangunan,
dan Demokrasi Pembangunan. Ketiga, proses fusi berbagai partai poli-
tik menjadi tiga partai.
Proses fusi memerlukan landasan hukum, maka parlemen perlu Rancang-
an Undang-Undang (RUU) Kepartaian dan Golkar. Golkar mencoba me-
nyusun RUU itu sesuai keinginan Soeharto agar membatasi lebih lanjut
kemampuan partai untuk bersaing dengan Golkar.Mereka melobi fraksi
lain untuk menyepakati RUU supaya menjadi undang-undang. Lobi itu
dpr.go.id 221