Page 231 - BUKU SEABAD RAKYAT INDONESIA BERPARLEMEN
P. 231
SEABAD RAKYAT INDONESIA
BERPARLEMEN
militer purnawirawan juga mendapat peringatan karena mereka kritis
dan dinilai anti-Soeharto. Misalnya Jenderal (Purn) A.H. Nasution, Ali
Sadikin, H.R. Dharsono, dan Kemal Idris. Selain penangkapan tokoh
kritis, pemerintah juga melakukan pembredelan terhadap media massa
(koran) yang dinilai tidak seimbang dalam menyiarkan kegiatan maha-
siswa.
Setelah rangkaian peristiwa itu, dalam Rapat Pimpinan Angkatan Ber-
senjata Republik Indonesia di Pekanbaru, Riau, 27 Maret 1980, Presiden
Soeharto selaku Panglima Tertinggi ABRI berpidato dan menyinggung
soal asas tunggal Pancasila. Menurut dia, di masa lalu Pancasila di-
rongrong oleh ideologi-ideologi lain dan partai politik. “Saya meminta
ABRI mendukung Golkar dalam pemilihan umum,” kata Soeharto da-
lam pidato tanpa teksnya.
Tiga pekan kemudian, di Markas Kopassandha (sekarang Kopassus),
Cijantung, 16 April 1980, Presiden Soeharto menegaskan lagi seruan-
nya. “Lebih baik kami culik satu dari dua pertiga anggota MPR yang
akan melakukan perubahan UUD 1945, supaya tidak kuorum.” Ia juga
menyatakan, yang mengkritik dirinya berarti mengkritik Pancasila.
Dua pernyataan Soeharto itu mengundang kegundahan sejumlah to-
koh militer dan politik. Mereka kemudian berkumpul di Gedung Grahadi
di kawasan Semanggi pada 5 Mei 1980. Mereka kemudian menyimpul-
kan Soeharto perlu memberikan penjelasan atas dua pernyataannya
itu. Surat pernyataan keprihatinan para tokoh itu ditandatangani oleh
50 orang. Kelak nama surat pernyataan ini disebut pemerintah sebagai
Petisi 50.
Surat tersebut menyulut kemarahan Soeharto karena menyinggung
soal pergantian kepemimpinan nasional. Pemerintah kemudian me-
nekan para penanda tangan surat tersebut dengan berbagai macam
tindakan, dari mencekal hingga mempersulit kehidupan sosial mereka.
Sikap keras pemerintah Orde Baru terhadap pengkritiknya menyebab-
kan kehidupan demokrasi di Indonesia sangat bergantung pada peme-
rintah, dalam hal ini Presiden. Pemilihan Umum 1982 pun berlangsung
tanpa terlalu banyak ketegangan.
Seperti DPR dua periode sebelumnya, DPR periode 1982-1987 juga di-
hasilkan lewat pemilihan umum, yakni pada Selasa, 4 Mei 1982. Hal
224