Page 120 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 120
Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
1920-1980, ratusan orang Lauje bekerja di kamp-kamp kayu hitam, mereka
bekerja dalam jumlah besar. Buruh-buruh hutan itu mendapatkan
pengawasan kerja yang ketat dan mereka tinggal di barak-barak dengan
mendapatkan makan ransum per hari dan pembayaran upah per hari
(Li 2001). Pembayaran uang tunai dimuka merupakan kunci mekanisme
merekrut buruh dipegunungan. Majikan-majikan mencari buruh melalui
agen, mengajak mereka bekerja dengan pembayaran upah satu atau dua
bulan di muka. Juga, buruh-buruh Lauje dibebaskan untuk bermain judi
dengan hasrat dapat uang tunai. Kalau bermain judi menang mereka
tidak usah bekerja di hutan, tetapi kalah dalam perjudian mereka harus
bekerja keras berbulan-bulan di hutan mengumpulkan rotan dan mem-
berikan hasilnya kepada lintah darat. Perjudian dikoordinasi oleh kepala
desa, polisi dan tentara, agar perjudian dapat berlangsung secara resmi
dan menghasilkan surplus tenaga kerja (Li: 1996).
Orang Katu di Dataran Tinggi Lindu
Sementara itu, orang-orang Lindu yang mendiami sekitar danau
Lindu mendapatkan ancaman dari pemerintah untuk dipindah tempat
tinggal mereka ke tempat lain. Pada 1994, mereka menentang gagasan
pemerintah itu dan memperoleh dukungan luas dari misionari agama,
guru-guru sekolah dan lembaga non-pemerintah masyarakat adat seba-
gaimana diuraikan di atas. Masalah pokoknya pada saat itu, regim orde
baru memandang bentangan alam geografi Lindu telah menjadi tanah
terbuang (waste land) untuk itu kawasan Lindu perlu “diperbaiki” agar
dapat mengeruk keuntungan. Untuk itu masyarakat Lindu yang dikenal
sebagai orang Katu harus dikeluarkan dari bentangan alam hutan dan
dipindahkan ke tempat lain. Meskipun regim orde baru mengurungkan
niatnya untuk memindahkan orang Lindu karena desakan pendukung-
pendukung masyarakat Lindu, namun peristiwa itu menjadi penting
memperlihatkan orang-orang Lindu terkait dengan kapitalisme. Di
bawah ini akan dibahas secara ringkas sejarah geografi agraria dan hu-
bungan-hubungan sosial produksi orang-orang Lindu.
Sebelum abad 20 dibawah kekuasaan kolonial Belanda, sedikit
dikenal tentang dataran tinggi pedalaman Sulawesi Tengah. Pada 1886,
111