Page 219 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 219
Hilmar Farid, dkk.
a. Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perun-
dang-undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka sinkro-
nisasi kebijakan antarsektor demi terwujudnya peraturan perundang-
undangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip sebagaimana dimak-
sud Pasal 4 Ketetapan ini.
b. Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggu-
naan, dan pemanfaatan tanah (land reform) yang berkeadilan dengan
memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat.
c. Menyelenggarakan pendataan pertanahan melalui inventarisasi dan
registrasi penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan
tanah secara komprehensif dan sistematis dalam rangka pelaksanaan
land reform.
d. Menyelesaikan konflik-konflik berkenaan sumber daya agraria yang
timbul selama ini, sekaligus mengantisipasi potensi konflik di masa
mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dida-
sarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ketetapan
ini.
e. Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya dalam rangka
mengemban pelaksanaan pembaruan agraria dan menyelesaikan
konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya agraria yang
terjadi.
f. Mengupayakan dengan sungguh-sungguh pembiayaan untuk
melaksanakan program pembaruan agraria dan penyelesaian kon-
flik-konflik sumber daya agraria yang terjadi.
Di semua lokasi kasus, pimpinan lokal SPP senantiasa menggunakan
argumen TAP MPR ini sebagai alasan pembenar atas pendudukan-
pendudukan tanah yang dilakukan di lapangan. Selain alat ini berhasil
dipakai pada tingkat lokal, SPP pun ikut terus memonitor, menyuarakan
dan memanfaatkannya sebagai alat tagih pada pemerintah, termasuk
pemerintah daerah, agar menjalankan kewajibannya itu.
Kesempatan politik yang baru juga terbuka akibat ditetapkannya
pola baru hubungan desentralisasi antara pemerintahan pusat dengan
daerah, sebagaimana tertuang dalam TAP MPR RI No. XV/MPR/1998 ten-
tang Otonomi Daerah; Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sum-
210