Page 42 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 42

Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
               kontrak contoh itu berlangsung panjang dan ketegangan tawar-menawar
               antara pihak pengusaha dan pemerintah. Kedua belah pihak setuju untuk
               membicarakan kontrak contoh dan pihak pengusaha menolak untuk
               menerima kontrak seragam dan pasti, karena akan mengubah kontrak-
               kontrak awal sebelum 1870 dan keberadaan kontraknya masih berlang-
               sung. Pembahasan kontrak-kontrak contoh itu berlangsung dari tahun
               1872 hingga 1895. Maksud pembuatan kontrak-kontrak contoh itu bukan
               sebagai satu patokan yang perlu diikuti, tetapi hanya sebagai pedoman.

                   Secara ruang politik, kontrak-kontrak itu dibuat untuk mempro-
               duksi ruang bagi berakumulasinya modal perkebunan-perkebunan
               swasta. Sementara itu, bagi tradisi agraria penduduk setempat yang
               memproduksi bahan makanan dengan berladang atau berpindah-
               pindah agraria perlu dibatasi. Pada waktu lampau orang-orang Batak
               pedalaman untuk berladang membutuhkan tanah sekitar 19 bau (20
               hektar lebih), tetapi untuk masa konsesi perkebunan, petani-petani Karo
               akan lebih diintesifkan dengan wilayah agraria 4 bau (5 hektar lebih).
               Dari kontrak-kontrak contoh itu, petani setempat hanya diperbolehkan
               menanam seperti jagung selama 6 bulan ditanah jaluran.  Juga, dalam
                                                               20
               melakukan kontrak dan konsesi perlu dilakukan survey batas-batas luas
               lahan. Dalam kontrak-kontrak contoh itu lama konsesi sekitar 70-75
               tahun. Selain itu, kontrak-kontrak contoh itu memberikan ketegasan hak
               agraria penduduk hanya memperoleh lahan cadangan untuk mempro-
               duksi bahan makanan setelah tanah perkebunan panen. Tanah-tanah
               cadangan itu dibagikan atas dasar lamanya tinggal diwilayah perkebunan.
               Kontrak-kontrak setelah 1870 membuat perusahaan-perusahaan perke-
               bunan menjadi enclave yang eklusif yang hanya bisa dimasuki oleh buruh
               perkebunan diwaktu jam bekerja untuk produksi.




                   20  Pada periode yang sama pemerintah kolonial memutuskan memberikan areal
               pertanian kepada petani di Kalimantan Barat seluas 21 hektar untuk satu keluarga.
               Sementara itu, untuk penduduk Sumatra Timur hanya diberikan 5 hektar untuk setiap
               kepala kerluarga. Keputusan itu berarti lebih mementingkan produksi komoditi ekspor
               perusahaan perkebunan asing. Untuk hal ini lihat. Ibid., Pelzer. Toean keboen dan
               petani…. hlm., 105.
                                                                         33
   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47