Page 64 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 64
Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan beralihnya dan mulai
percayanya tuan kebun kepada buruh dari Jawa. Penyebab utama tidak
ada kepastian akan berlanjutnya penyediaan kuli dari Cina Daratan.
Faktor lainnya adalah dengan masuknya penanaman tanaman keras
seperti teh, kopi, kelapa sawit, dan karet semakin banyak buruh Jawa
bekerja di sana. Juga ongkos pengangkutan kuli-kuli dari Jawa lebih
murah daripada buruh dari Cina selatan. Premi bagi pengerahan dan
ongkos kuli dari Cina sudah semakin mahal. Meskipun produktifitas
kerjanya tinggi tetapi buruh-buruh dari Cina relatif mahal. Tenaga kerja
buruh Jawa menjadi lebih murah karena telah masuk pula buruh perem-
puan dari Jawa. Pada 1905, pemerintah kolonial telah mendorong buruh
perempuan Jawa bisa bekerja penuh diperkebunan. Pada tahun yang
sama diantara 33.961 orang kuli Jawa terdapat 6.209 buruh perempuan
Jawa. Jumlah buruh perempuan Jawa diperkebunan terus meningkat.
Pada 1910 menjadi 20 persen dari jumlah keseluruhan buruh kontrak.
Mereka pun juga terikat dengan ordonasi kuli. Pada 1930, ketika dihen-
tikannya pengiriman buruh dari Cina, jumlah buruh dari Jawa sudah
dua kali lipat dari jumlah kuli Cina, yakni 336.000 orang. Dengan me-
53
ningkatnya jumlah buruh perkebunan yang terikat dengan kontrak maka
peningkatan aparat polisi dan keamanan menjadi prioritas untuk
diperbaiki dan diperkuat.
Peningkatan buruh kontrak yang begitu pesat seiring dengan per-
mintaan dari perusahaan perkebunan. Perluasan perkebunan baik
tanaman karet maupun kelapa sawit yang menyebabkan permintaan
tenaga kerja tidak ada hentinya. Terutama perluasan perkebunan tahun
1920an begitu cepat meluas. Dari tahun 1925 hingga 1929 karet dan kelapa
sawit meluas lebih pesat daripada waktu kapanpun. Luas karet telah
meningkat dari 188.000 menjadi 255.000 hektar, dan luas kelapa sawit
menjadi hampir dua kali lipat dalam periode yang sama. Dengan bertam-
bahnya wilayah yang dibuka untuk perkebunan dan akhirnya sampai ke
produksi teratur, maka permintaan akan tenaga kerja bertambah sesuai
dengan perkembangan tersebut. Meskipun tenaga kerja membengkak
53 Op.Cit., Stoler. Capitalism and Confrontation. hlm., 145.
55