Page 68 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 68

Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
               menghadapi serangan dari kuli-kuli kontrak.

                   Menigkatnya serangan buruh-buruh perkebunan dari 13 menjadi
               61 serangan berlangsung pada 1925, sedangkan pada 1929 dari 45 hingga
               78 serangan terhadap pihak perkebunan. Akan tetapi dari pihak peru-
               sahaan perkebunan yang diwakili oleh pihak pengawas Asia dan asisten
               Eropa juga terjadi peningkatan pemukulan dan sanksi pidana meningkat
                       58
               70 persen. Selain itu banyak skandal-skandal yang dilakukan oleh para
               asisten perkebunan, ini semua berpangkal pada Koeli Ordonatie yang
               tetap dipertahankan. Buruh-buruh kontrak, terutama yang bekerja di
               perusahaan tembakau pada 1928 melakukan protes kolektif.  Mereka ber-
               jumlah ribuan bergerak ke kantor gubernur di Medan menuntur untuk
               membayar upah mereka. Protes kolektif  baru bubar ketika polisi datang
               untuk mengkapi mereka. Sebagian diintrograsi dan dipulangkan ke Jawa
               dan sebagian lagi dipenjarakan.

                   Lagi pula, pada periode 1925-1929 adalah tahun-tahun jatuhnya harga
               beberapa komoditas perkebunan di pasar dunia. Misalkan harga tem-
               bakau merosot setengah harga sebelumnya yakni dari 230 sen menjadi
               135 sen per bandela. Perusahaan perkebunan berada dalam tekanan berat
               untuk menurun-kan ongkos produksinya. Lagi pula, untuk perkebunan
               tembakau telah meng-hentikan pengiriman tenaga kerja, jika terjadi
               kemerosotan mereka mengurangi tenaga kerja. Sehingga buruh-buruh
               yang masih bekerja untuk perusahaan perkebunan yang sama untuk
               sementara waktu. Oleh karena itu, terdapat kondisi baru, kemerosotan
               ekonomi memicu ketidakpuasan dan populasi buruh dengan masa kerja
               lebih lama. Sehingga mempunyai ikatan yang lebih erat dikalangan buruh
               kontrak yang menggerakan protes-protes kolektif. Ketika, terjadi depresi
               ekonomi perusahaan-perusahaan perkebunan tidak dapat memperta-
               hankan organisasi produksi yang berjalan dan terpaksa memangkas ong-
               kos produksi. Perusahaan perkebunan melakukan pengurangan tenaga
               kerja Eropa dan Asia. Bulan Mei 1930, tenaga kerja perkebunan berjumlah
               keseluruhan 336.000 orang, menjelang akhir Desember 1930, 40.000
               buruh terkena pemutusan hubungan kerja. Pada akhir 1931, 621.000 buruh

                   58  Ibid,. Stoler. “Perceptions of protest”. hlm., 642-658.

                                                                         59
   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73