Page 71 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 71

Hilmar Farid, dkk.
            Perkebunan besar yang diciptakan atas persekongkolan antara elit tra-
            disional dengan kapital asing menjadi rebutan. Perebutan itu antara
            kelompok-kelompok nasionalis yang pro republik dengan kelompok-
            kelompok melayu yang pro Belanda. Sementara itu, buruh-buruh perke-
            bunan menyadap perkebunan karet dan mengolah kelapa sawit serta
            produknya dibarter di Singapura bagi kepentingan elit-elit perkotaan
            baru. Banyak buruh perkebunan yang masih berpakaian garung goni
            dan lapisan lateks. Juga, banyak dari mereka yang mengalami kelaparan
                          63
            dan kurang gizi.  Ketika pecahnya revolusi sosial tahun 1946 yang dila-
            kukan oleh front Persatuan Perjuangan terdiri dari Partai Komunis In-
            donesia (PKI), Pesindo, dan PNI. Mereka melakukan pembunuhan terha-
            dap keluarga Sultan yang telah menjadi pelayan Belanda. Tetapi revolusi
            itu tanpa menngikutsertkan buruh-buruh perkebunan yang sangat anti
            terhadap sultan. Buruh-buruh perkebunan hanya menjadi penonton
            ketika revolusi itu pecah, sebagaimana diungkapkan Anthony Reid,
            revolusi itu sebetulnya didorong terus-menerus oleh pemuda kota atau
            yang menjadi setengah militer, tanpa membuka sama sekali cakrawala
            baru yang positif bagi mayoritas kaum miskin pedesaan (baca perke-
            bunan). Para pemimpin politik dan militer tersebut kini menikmati
            rumah dan mobil para penguasa yang telah digulingkan, dan yang dalam
            beberapa kejadian menumpuk simpanan uang dalam jumlah besar di
            bank-bank Singapura. Mereka menjadi terkenal dengan ejekan “orang
            kaya baru” atau “kaum ningrat baru”. Namun sebaliknya, keadaan kehi-
            dupan sebagian terbesar buruh perkebunan dan petani miskin semakin
            memburuk. 64

                 Ketika terjadi agresi pertama Belanda tahun 1946 sekitar 2/3 wilayah
            perkebunan besar dapat dikuasai dalam waktu 2 bulan. Pemilik-pemilik


                63  Dalam salah satu album perusahaan perkebunan Wingfoot anak dari perusahaan
            Good Year pada kedatangan sekutu tahun 1946, dirumah sakit Wingfoot seorang buruh
            kebun tinggal tulang, kurus kering dalam pemeriksaan seorang dokter. Lihat. Koleksi
            foto KITLV.
                64  Untuk hal ini lihat. Anthony Reid. The Blood of the people. Revolution and the
            end of Traditional Rule in Northern Sumatra. (Kuala Lumpur: Oxforf University Press,
            1979), hlm. 258.
            62
   66   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76