Page 67 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 67
Hilmar Farid, dkk.
buruh untuk mendapatkan upah layak, kesehatan dan makanan yang
baik. Bahkan pihak perkebunan menindas pula hak-hak politik kaum
buruh untuk tidak diperkenankan untuk berkumpul dan berorganisasi.
Sanksi pidana dikenakan kepada kaum buruh menghantarkan mereka
ke penjara, dan tiang gantungan. Pada 1900, menurut Jan Breman telah
terjadi sanksi hukuman penjara yang dijatuhkan kepada kaum buruh
melalui pengadilan sebanyak 12.277 kasus. Sanksi pidana hukuman itu
56
terus berlanjut hingga ordonantie koeli dihapuskan tahun 1931. Nampak
di sini produksi kekerasan tidak terpisahkan antara relasi produksi
kapitalisme yang berkelindan dengan hubungan kebencian ras.
Dalam konteks relasi kapitalisme yang berkaitan dengan kekerasan
ras memicu kaum buruh untuk melakukan perlawanan terhadap pihak
tuan kebun. Aksi-aksi mereka banyak yang bermanuver secara individu
daripada berkelompok, akan tetapi terdapat pula protes-protes bersama
kaum buruh, seperti menolak untuk kerja sebelum upah dibayarkan.
Serangan-serangan kaum buruh itu mendapatkan tanggapan perusa-
haan perkebunan secara berbeda berdasarkan periode. Pada akhir abad
19 hingga awal abad 20 serangan-serangan kuli kontrak ditanggapi oleh
pengusaha sebagai tindakan beringas dan ketidakpatuhan kaum buruh
terhadap perkebunan. Namun, pengaruh pergerakan nasionalis di Jawa
yang tumbuh dengan cepat berkembang ke Sumatera membuat keta-
kutan para pengusaha perkebunan. Sehingga serangan-serangan kaum
buruh terhadap pihak perkebunan, dianggap sebagai pengaruh dari
57
pergerakan nasionalis, bahkan sudah dicap sebagai komunis. Asumsi-
asumsi bahwa serangan buruh dipengaruhi oleh gerakan komunis ber-
langsung pada periode 1925 hingga 1929, pihak pengusaha perkebunan
memperkuat aparat kepolisi dan meningkatkan fasilitas penjara. Bahkan
organisasi majikan perkebunan seperti DPV dan AVROS menjalin hu-
bungan dengan institusi intelejen Politieke Inlichting Dienst (PID) untuk
56 Op.Cit. Razif. Prisma 1995, hlm., 45
57 Ketakutan-ketakutan terhadap serangan kaum buruh kontrak yang dipengaruhi
oleh komunis adalah khayalan para pengusaha perkebunan untuk mempertahankan koeli
ordonantie. Lihat. Ann Stoler. “Perceptions of protest: AnDefining the dangerous in
colonial Sumatera”. American Ethnologist. Vol. 12, no. 4 (Nov., 1985), hlm. 642-658.
58