Page 89 - Sejarah/Geografi Agraria Indonesia
P. 89

Hilmar Farid, dkk.
                Bentuk-bentuk hubungan tak setara yang terjadi antara orang Dayak
            dan Melayu itu antara lain dalam bentuk pembayaran pajak atau
            penyerahan hasil hutan. Pada pertengahan abad ke-19 misalnya, orang
            Dayak membayar pajak kepada penguasa Sambas atau pemegang upeti
            dalam bentuk tunai sebesar lima hingga sepuluh gulden per tahun.
            Pembayaran juga dapat dilakukan dengan bentuk lain berupa serbuk
            emas atau beras saat musim panen tiba. Prosentase pajak hasil hutan
            dari orang Dayak yang dikenakan terhadap mereka sebesar sepuluh
            persen dianggap sangat besar bagi orang Dayak. Ketidaksetaraan terjadi
            juga dalam bentuk penerapan hukuman. Jika orang Dayak mengolah
            ladang dekat dengan jalan atau ceroboh saat mengolah lahan untuk
            ladang, maka mereka akan dikenakan denda sebesar lima belas gulden.
            Pencurian buah juga dikenakan orang Dayak dalam penerapan hukum
            ini. Orang Dayak sendiri pada dasarnya telah mempunyai aturan atau
            hukum adat yang mengatur kehidupan mereka, tetapi penguasa Melayu/
            kesultanan justru memakai aturannya untuk menghukum para pelang-
            gar wilayahnya. Cara-cara seperti pemalsuan, pengurangan timbangan,
            mundur teratur, memohon pengampunan atau cara lain untuk mem-
            pertahankan diri dan bertahan dari para penguasa atau penghisapnya
            kemudian dilakukan oleh orang Dayak. Semua itu potensi yang berujung
            pada kekerasan terhadap orang Melayu dan menjadi perhatian dari
            penguasa kolonial Belanda akhirnya. 8

                Orang Tionghoa juga dipandang melakukan praktik penghisapan
            terhadap orang Dayak sejak abad ke-18. Posisi mereka terutama kongsi
            yang menguasai wilayah hulu atau pedalaman melakukan praktik yang
            dilakukan oleh penguasa Melayu terhadap orang Dayak. Gubernur Jen-
            deral Rochussen pada 1851 misalnya membuat kebijakan untuk melin-
            dungi orang Dayak dari para pemeras. Dengan dalih melindungi orang
            Dayak dari para penguasa yang menghisap mereka, penguasa kolonial
            Belanda hadir di Kalimantan untuk tujuan ini. Kebijakan penguasa kolo-
            nial Belanda dalam rangka melindungi orang Dayak itu berupa pemba-
            tasan kekuasaan orang Melayu dan membatasi pemukiman orang Tiong-



                8  Ibid.
            80
   84   85   86   87   88   89   90   91   92   93   94