Page 130 - Reforma Agraria Tanah Ulayat
P. 130
agraria benar-benar dapat menyelesaikan konflik lahan yang
melibatkan tanah masyarakat adat? Khususnya yang terjadi di
Senama Nenek.
Suatu catatan penting berkenaan dasar pemikiran di balik
kata ‘sepakat’ atas reforma agraria di Senama Nenek, yaitu
kalimat “dikembalikan kepada negara” sebagaimana disebut
oleh Presiden Joko Widodo pada saat rapat terbatas bulan Mei
2019 dan Jatmiko Krisna Santosa selaku Direktur PTPN V sering
151
mengulangnya di media. Frasa tersebut menegaskan bahwa
sesungguhnya negara atau pemerintah, alih-alih PTPN V, tidak
pernah mengakui eksistensi tanah ulayat Masyarakat Adat
Senama Nenek yang menjadi objek konflik selama ini. Negara
dianggap sebagai pemilik sumber daya agraria yang menjadi
objek konflik, sehingga pengembalian dari perusahaan dilakukan
kepada negara, bukan langsung kepada masyarakat adat. Dalil
pembenaran yang sangat mungkin digunakan atas tindakan ini
ialah bahwa pengembalian kepada negara merupakan bentuk
daripada praktik HMN. Padahal, sesungguhnya lahan yang
menjadi objek konflik tersebut diragukan–atau bahkan tidak
dianggap–statusnya sebagai hak ulayat masyarakat adat.
Jika dipandang lebih jauh menggunakan kacamata ekonomi
politik maka akan tampak konsekuensi dasar pemikiran
“dikembalikan kepada negara”, seperti pepatah Inggris yang
menyatakan there is no such thing as free lunch. Artinya, diksi yang
digunakan pemerintah dan perusahaan memiliki dampak bahwa
penyerahan lahan kepada masyarakat adat tidak akan terjadi
151 Abdul Aziz, 7 Mei 2019, “Dirut PTPN V Jamin Karyawan di Lahan 2.800 Ha Tak Ada yang di
PHK,” dalam https://www.gatra.com/detail/news/414616/ekonomi/dirut-ptpn-v-jamin-
karyawan-di-lahan-2800-ha-tak-ada-yang-diphk, diakses pada tanggal 9 Mei 2021.
Reforma Agraria atas Tanah Ulayat 95