Page 315 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 315
Mochammad Tauchid
galkan oleh penguasanya. Mereka tidak begitu saja terus mena-
nami tanah-tanah itu karena waktu itu tanah-tanah tersebut
berupa alang-alang dan semak-semak yang harus dibuka lebih
dulu dengan memakai baja tenaga yang berat.
Orang-orang yang mengerjakan tanah kebanyakan datang
dari desa lain yang ditempatnya tidak mempunyai tanah. Di
tanah yang baru itu mereka kecuali mengerjakan tanah untuk
pertanian juga mendirikan gubug-gubug.
Dengan jatuhnya Jepang, pembukaan tanah diteruskan.
Tanah-tanah dikuasai oleh Republik dan diurus oleh PPN (Pu-
sat Perkebunan Negara). Dengan izin PPN, rakyat terus
mengerjakan tanah itu dengan perjanjian maro atau mertiga.
Pada jaman agresi militer Belanda kedua, pembukaan tanah
diteruskan. Tanah-tanah itu hampir seluruhnya menjadi tanah
pertanian rakyat dan perkampungan.
Di jaman pendudukan Belanda pada perang kolonial ke –
II oleh pemerintah pendudukan Belanda (TBA), diberikan izin
kepada onderneming untuk mengerjakan kembali. Tetapi
umumnya tidak dapat dikerjakan berhubung dengan pertem-
puran-pertempuran.
Kemudian sesudah Belanda pergi dari daerah itu dengan
tergesa-gesa pihak Pemerintah Daerah (kekuasaan militer)
menyerahkan tanah itu kembali kepada pengusaha dengan
tindakan-tindakan seperti diuraikan di atas. Akibatnya menim-
bulkan kesukaran-kesukaran yang tidak mudah diatasi. Contoh
kejadian di Kediri itu hanya sebagai salah satu kejadian sebagai
ekor dari keadaan yang pincang.
Kejadian-kejadian semacam itu terjadi di semua daerah
yang ada ondernemingnya, seperti di Sumatera Timur, yang
terkenal itu yang sudah sejak lama terjadinya, sejak adanya
294