Page 675 - Masalah Agraria Sebagai Masalah Penghidupan dan Kemakmuran Rakyat Indonesia
P. 675

Masalah Agraria

            lis Luhur dan menduduki posisi-posisi pusat dalam kegiatan-
            kegiatan di Taman Siswa. Ia termasuk Golongan Kedua dari
            empat golongan dalam kepemimpinan tersebut.  Golongan
                                                       33
            Pertama adalah kelompok “Selasa Kliwon” dari keluarga Paku
            Alaman, di antaranya adalah Soerjopoetro dan Suwardi Surya-
            ningrat, dan kelompok Budi Utomo. Golongan Kedua adalah
            mereka yang direkrut secara langsung oleh kelompok “Selasa
            Kliwon” dan mereka yang mendirikan dan menyelenggarakan
            sekolah Taman Siswa di berbagai daerah. Bersama Soewardi,
            Sarmidi, Soekemi, Sajoga, dan Soedarminta, Moch. Tauchid
            termasuk mereka yang direkrut secara langsung.
                Keterlibatan dalam lembaga pendidikan ini berawal dari
            remaja. Ia yang hanya anak bungsu dengan 6 saudara dari
            seorang janda miskin di desa Krakal, Kebumen Jawa Tengah,
            akhirnya dapat bersekolah di Normaal School di Purwokerto.
            Untuk bisa masuk ke sekolah itu, terlebih dahulu “Montong”
            (Moch. Tauchid) diaku anak oleh seorang guru.
                Selama bersekolah, ia tinggal di internat atau asrama. 34
            Tauchid menyebutkan apa yang terjadi dengan dirinya selama
            di asrama. “Waktu di internat mulai tahu harganya merdeka.


            33  Penggolongan dibuat oleh Kenji Tsuchiya, ibid., hlm. 140-142.
            34  Internat yang dimaksud adalah semacam Asrama Siswa tetapi Tauchid mem-
             bedakan dua hal ini. “Internat tidak sama dengan asrama. Bedanya banyak.
             Yang lekas terlihat: dalam internat dulu apa-apanya lengkap. Tempat tidur-
             nya baik. Makanya enak. Kalau makan dilayani oleh orang yang namanya
             jongos. Mau mandi airnya sudah tersedia. Tetapi tidak demikian dengan
             asrama. Rumahnya terdiri dari beberapa ruangan, diantaranaya bekas gu-
             dang, bekas kandang oto. Tempat tidurnya dari balai-balai bambu. Makanya
             boleh apa saja. Jongos tidak ada untuk melayani. Mau mandi airnya sudah
             juga tersedia, tetapi di sumur yang dalam…”. Moch. Tauchid, Renungan
             Taman Siswa, dalam “ Taman Siswa 30 tahun, 1922-1952; Buku Peringatan”.
             Jogjakarta: Pertjetakan Taman Siswa, 1956. hlm. 312.

            654
   670   671   672   673   674   675   676   677   678   679   680